BadruddinAl-'Aini di Syarhnya tentang shohih Al-Bukhori (126/11) beliau menjelaskan perkataan Umar bin Al-Khatab tentang sebaik-baiknya bid'ah. Apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup kebaikan dan syari'at maka menjadi bid'ah hasanah, dan apabila bid'ah berada dalam ruang lingkup keburukan dalam pandangan syari'at maka menjadi bid'ah
Oleh abu yazid 1. Pertanyaan Bidโ€™ah itu apa ? Jawab Secara Bahasa adalah sesuatu yang baru yang tidak ada pada zaman Nabi ๏ฒ. Secara Istilah adalah sesuatu yang baru, yang tidak ada contoh sebelumnya didalam agama ini, yang menyerupai agama/syariat, yang dibuat oleh orang atas nama agama sehingga ia terlihat szeperti bagian dari agama ini, dengan maksud untuk taqarrub/mendekatkan diri kepada Allah untuk mendapatkan ganjaran pahala/kebaikan. 2. Pertanyaan Apakah setiap bidโ€™ah adalah kesesatan ? Jawab Yaโ€ฆ Jika dalam hal urusan agama/peribadatan bukan dalam hal urusan dunia. Nabi ๏ฒ diutus ke dunia untuk memperbaiki tauhid, aqidah dan tata cara peribadatan manusia kepada Allah ๏‰. Dan Allah ingin dibadahi sesuai dengan apa yang diinginkan oleh-Nya yang diajarkan oleh Nabi yang mulia ๏ฒ kepada para sahabat ๏น, bukan berdasarkan selera diri sendiri/kelompok. Agama ini telah sempurna yang tidak perlu ada penambahan maupun pengurangan sedikitpun, sebagaimana dengan firman Allah โ€ฆPada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimuโ€ฆ QS Al-Maidah3 Ayat tersebut turun pada haji wadaโ€™ beberapa hari sebelum Rasulullah ๏ฒ wafat, jadi tidak boleh ada modifikasi penambahan/pengurangan syariat yang telah ditetapkan. Karena setiap penambahan/pengurangan syariat haruslah dengan wahyu Allah yang datang melalui Nabi-Nya. Dan sabda Nabi ๏ฒ yang mulia yang menyatakan bahwa Setiap Bidโ€™ah adalah sesat yang bermakna umum tidak ada pengecualian. Hadits Jabir bin Abdullah ๏ด, bahwa Rasulullah ๏ฒ pernah berkhutbah dihadapan khalayak ramai, beliau memuji Allah dan mengagungkan-Nya sesuai keberadaan-Nya, kemudian beliau ๏ฒ bersabda Amma baโ€™du, seungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad ๏ฒ dan seburuk-buruk perkara adalah yang dibuat-buat dan setiap bidโ€™ah adalah sesat. HR Muslim Dan didalam hadits Irbadh bin syariyah dijelaskan, Rasulullah ๏ฒ menasehati kami dengan nasehat yang menggetarkan hati dan membuat air mata kami berlinang. Lalu kami berkata โ€œWahai Rasulullah ! sepertinya ini adalah nasehat perpisahan, maka nasehatilah kami ya Rasulullah.โ€ Beliaupun lalu bersabda, โ€œaku wasiatkan kepada kalian agar bertaqwa kepada Allah ๏• lalu tunduk dan taat kepada pemimpin walaupun yang yang memimpin kalian dalah hamba sahaya, karena sesungguhnya orang yang hidup diantara kalian akan mendapatkan perselisihan yang banyak. Oleh karena itu berpegang teguhlah dengan sunnahku dan sunnah khulafaurrasyidin yang telah mendapat petunjuk setelahku. Gengamlah erat-erat sunnah tersebut dengan gigi geraham kalian dan berhati-hatilah dengan perkara yang baru bidโ€™ah, karena setiap yang baru bidโ€™ah adalah sesat.โ€ HR Abu Dawud 4607, Tirmidzi 2676 dll, lihat al-Luma fil-rudd ala Muhassiny al-Bidaโ€™ sabda Rasulullah ๏ฒ โ€œBarangsiapa membuat sesuatu yang baru dalam urusan kami dalam Islam yang tidak terdapat tuntunan padanya, maka ia tertolakโ€ [Muttafaqun alayhi] Dan sabda beliau. ๏ฒ โ€œBarangsiapa melakukan suatu amal yang tidak kami perintahkan maka ia tertolakโ€ [HR Bukhari] Dengan demikian, maka tidak ada jalan bagi ahli bidโ€™ah untuk menjadikan bidโ€™ah mereka sebagai bidโ€™ah hasanah, dan perkataan Setiap bidโ€™ah adalah kesesatan Merupakan perkataan yang langsung keluar dari lisan Nabi kita yang mulia ๏ฒ, dan bukan perkataan sahabat ataupun ulama. 3. Pertanyaan Bukankah ada bidโ€™ah hasanah ? Jawab Nabi ๏ฒ telah mengatakan bahwa Setiap bidโ€™ah adalah sesat, tidak ada pengecualian. Jika ada bidโ€™ah hasanah maka saya ingin bertanya tentang Qawaid/Kaidah-kaidah dan Dhawabith/Batasannya. Apakah setiap perbuatan bidโ€™ah adalah hasanah dan apakah setiap orang bisa membuat bidโ€™ah ? Karena setiap bidโ€™ah adalah sesuatu yang disandarkan kepada agama Islam ini, dengan maksud untuk mendekatkan diri kepada Allah atau ingin mendapatkan ganjaran dari Allah ๏‰. Sehingga bidโ€™ah itu terlihat sebagai bagian dari agama ini dan orang menganggapnya sebagai bagian dari risalah yang dibawa oleh Nabi yang mulia ๏ฒ. Mari kita artikan kedalam Bahasa Indonesia Bidโ€™ah artinya Sesat Hasanah artinya baik/kebaikan Bidโ€™ah hasanah artinya Kesesatan yang baik, gimana donk ada kesesatan yang baik, bukankah setiap kesesatan adalah kejahatan !!! Mungkin anak kecilpun akan bertanya โ€œseperti apa kesesatan yang baikโ€ 4. Pertanyaan Bagaimana dengan perkataan Umar ibnul Khaththab ๏ด sebaik-baik bidโ€™ah adalah ini pada shalat tarawih yang dijadikan landasan/dalil oleh mereka untuk membuat/melakukan dan melegalkan bidโ€™ah ? Jawab Saya akan bawakan perkataan seorang ulama, yakni Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin โ€“rahimahullahโ€“ dalam hal ini Pertama Tidak boleh seorangpun menentang perkataan Nabi ๏ฒ walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali ๏น atau dengan perkataan selain mereka. Karena Allah ๏‰ berfirman Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. QS An-nur63 Fitnah disini ahli tafsir mengatakan kufur, syirik, murtad, nifaq dan bidโ€™ah. Imam Ahmad bin Hanbal berkata โ€œTahukah kamu apa yang dimaksud dengan fitnah ? fitnah yaitu syirik. Boleh jadi apabila seseorang menolak sebagian sabda Nabi ๏ฒ akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya ia akan binasa.โ€ Ibnu Abbas ๏ด berkata โ€œHampir saja kalian dilempar batu dari atas langit, kukatakan Rasulullah bersabda tapi kalian mengatakan Abu Bakar dan Umar berkataโ€ Kedua Kita yakin kalau Umar ๏ด termasuk orang yang sangat menghormati firman Allah ๏‰ dan sabda Rasul-Nya. Tetapi bidโ€™ah yang dikatakan oleh Umar harus ditempatkan sebagai bidโ€™ah yang tidak termasuk didalam sabda Nabi ๏ฒ setiap bidโ€™ah adalah kesesatan. Kenapa ? karena shalat tarawih sendiri sudah ada pada zaman Rasulullah ๏ฒ, sebagaimana yang dinyatakan oleh Aisyah โ€“radiallahu anha- โ€œbahwa Nabi ๏ฒ pernah melakukan qiyamullail shalat malam bersama sahabat tiga malam berturut-turut, kemudian beliau menghentikannya pada malam ke-empat dan bersabda, Sesunggunya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu, sedangkan kamu tidak mampu untuk melaksanakannyaโ€ Muttafaqun Alayhi Jadi shalat malam tarawih pada bulan Ramadhan ada contohnya dari Nabi ๏ฒ. Disebut bidโ€™ah oleh Umar dengan pertimbangan bahwa Nabi ๏ฒ menghentikannya pada malam ke-empat, ada sahabat Nabi ๏ฒ yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang berjamaah dengan beberapa orang saja dan ada yang berjamaah dengan orang banyak. Akhirnya Umar ๏ด sebagai khalifah pada saat itu dengan pendapatnya yang benar mengumpulkan mereka dalam satu imam. 5. Pertanyaan Apakah motor, mobil, pesawat, microphone itu bidโ€™ah ? Jawab Tidak. Sebab motor, mobil, microphone dlsb adalah sarana dan merupakan urusan dunia dan Nabi ๏ฒ diutus untuk bukan untuk mengurusi keduniaan tetapi diutus untuk urusan agama. Seperti men-tauhid-kan Allah, beribadah kepada-Nya dengan cara yang diinginkan oleh-Nya tidak dengan cara yang kita inginkan. Suatu kaedah yang perlu diketahui bahwa untuk perkara non ibadah adat, hukum asalnya adalah tidak terlarang mubah sampai terdapat larangan. Hal inilah yang dikatakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sebagaimana dalam Iqtidhoโ€™ Shirotil Mustaqim, 2/86 dan ulama lainnya. Asy Syatibi juga mengatakan, โ€œPerkara non ibadah adat yang murni tidak ada unsur ibadah, maka dia bukanlah bidโ€™ah. Namun jika perkara non ibadah tersebut dijadikan ibadah atau diposisikan sebagai ibadah, maka dia bisa termasuk dalam bidโ€™ah.โ€ Al Iโ€™tishom, 1/348 Para pembaca dapat memperhatikan bahwa tatkala para sahabat ingin melakukan penyerbukan silang pada kurma -yang merupakan perkara duniawi-, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, ุฅูุฐูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ุดูŽู‰ู’ุกูŒ ู…ูู†ู’ ุฃูŽู…ู’ุฑู ุฏูู†ู’ูŠูŽุงูƒูู…ู’ ููŽุฃูŽู†ู’ุชูู…ู’ ุฃูŽุนู’ู„ูŽู…ู ุจูู‡ู ููŽุฅูุฐูŽุง ูƒูŽุงู†ูŽ ู…ูู†ู’ ุฃูŽู…ู’ุฑ ุฏููŠู†ููƒูู…ู’ ููŽุฅูู„ูŽู‰ู‘ูŽ โ€œApabila itu adalah perkara dunia kalian, kalian tentu lebih mengetahuinya. Namun, apabila itu adalah perkara agama kalian, kembalikanlah padaku.โ€ HR. Ahmad. Syaikh Syuโ€™aib Al Arnauth mengomentari bahwa sanad hadits ini hasan 6. Pertanyaan Bagaimana dengan dalil yang menyatakan โ€œBarangsiapa yang membuat contoh/sunnah yang baik dalam Islam maka iaamendapat pahala perbuatnnya dan pahala orang-orang yang mengikutinya hingga hari kiamatโ€ ? Jawab Orang yang menyampaikan perkataan itu adalah orang yang menyatakan bahwa setiap bidโ€™ah adalah sesat, yakni Rasulullah ๏ฒ. Dan perkataan beliau ๏ฒ tidak mungkin bertentangan, sebagaimana firman Allah ๏• tidak ada yang bertentangan. Kalau ada yang menganggapnya seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali karena anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya tidak mampu atau kurang teliti. Karena tidak ada sama sekali pertentangan dalam firman Allah atau sabda Rasulullah ๏ฒ. Mari kita perhatikan teks dalam bahasa Arabnya ู…ูŽู†ู’ ุณูŽู†ู‘ูŽ ูููŠู’ ุงู„ุฅู ุณู’ู„ูŽู…ู ุณูู†ู‘ูŽุฉู‹ ุญูŽุณูŽู†ูŽุฉู‹ ููŽู„ูŽู‡ู ุฃูŽุฌู’ุฑูู‡ูŽุง ูˆูŽุฃูŽุฌู’ุฑู ู…ูŽู†ู’ ุนูŽู…ูู„ูŽ ุจูู‡ูŽุง ุฅูู„ูŽู‰ ูŠูŽูˆู’ู…ู ุงู„ู’ู‚ููŠูŽุง ู…ูŽุฉู Coba perhatikan kembali hadits tersebut, Kata ู…ูŽู†ู’ ุณูŽู†ู‘ูŽ ูููŠู’ ุงู„ุฅู ุณู’ู„ูŽู…ู barangsiapa yang berbuat sunnah didalam Islam, sedangkan bidโ€™ah bukan berasal dari Islam. Dan hadits tersebut mengatakan dengan ุณูู†ู‘ูŽุฉู‹ ุญูŽุณูŽู†ูŽุฉู‹ sunnah yang baik bukan bidโ€™ah yang baik !!!. Jadi kata ุณูŽู†ู‘ูŽ tidak berarti tidak membuat sesuatu yang bidโ€™ah, melainkan menghidupkan kembali sunnah yang telah lama ditinggalkan, karena arti sunnah berbeda dengan arti bidโ€™ah. Jadi barangsiapa yang menghidupkan sunnah Nabi ๏ฒ yang pernah ada kemudian ditinggalkan maka ia akan mendapatkan pahala dan mendapatkan pahala yang mengikutinya. 7. Pertanyaan kami melakukan itu dengan niat yang baik dan ikhlas, tidak bertujuan melawan syariโ€™at, tidak mempunyai pikiran untuk mengoreksi agama, dan tidak terbersit dalam hati untuk melakukan bidโ€™ah ! Bahkan sebagian mereka berdalil dengan hadits Nabi ๏ฒ. โ€œSesungguhnya segala amal tergantung pada niatโ€ [Muttafaq Alaihi] Jawab Syarat diterimanya ibadah apabila memenuhi dua syarat, ikhlas dan mutabaโ€™ah mengikuti contoh Rasulullah tidak hanya didasarkan atas niat baik dan ikhlas semata. Berikut ini saya bawakan perkataan syaikh Ali bin Hasan al-Halabi -hafidzahullah- Kewajiban seorang muslim yang ingin mengetahui kebenaran yang sampai kepadanya serta hendak mengamalkannya adalah tidak boleh menggunakan sebagian dalil hadits dengan meninggalkan sebagian yang lain. Tetapi yang wajib dia lakukan adalah memperhatiakn semua dalil secara umum hingga hukumnya lebih dekat kepada kebenaran dan jauh dari kesalahan. Demikianlah yang harus dilakukan bila dia termasuk orang yang mempunyai keahlian dalam menyimpulkan dalil. Tetapi bila dia orang awam atau pandai dalam keilmuan kontemporer yang bukan ilmu-ilmu syariโ€™at, maka dia tidak boleh coba-coba memasuki kepadanya, seperti kata pepatah โ€œIni bukan sarangmu maka berjalanlah kamu!โ€œ. Adapun yang benar dalam masalah yang penting ini, bahwa sabda Nabi ๏ฒ. โ€œSesunnguhnya segala amal tergantung pada niatโ€ adalah sebagai penjelasan tentang salah satu dari dua pilar dasar setiap amal, pilar pertama yaitu ikhlas dalam beramal dan jujur dalam batinnya sehingga yang selain Allah tidak meretas ke dalamnya. Adapun pilar kedua adalah, bahwa setiap amal harus sesuai Sunnah Nabi ๏ฒ, seperti dijelaskan dalam hadits, โ€œBarangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka dia tertolakโ€œ. Dan demikian itulah kebenaran yang dituntut setiap orang untuk merealisasikan dalam setiap pekerjaan dan ucapannya. Atas dasar ini, maka kedua hadits yang agung tersebut adalah sebagai pedoman agama, baik yang pokok maupun cabang, juga yang lahir dan yang batin. Dimana hadits โ€œSesungguhnya segala amal tergantung pada niatโ€ sebagai timbangan amal yang batin. Sedangkan hadits โ€œBarangsiapa yang mengerjakan suatu amal yang tidak ada keterangannya dari kami maka dia tertolakโ€ sebagai tolak ukur lahiriah setiap amal. Dengan demikian, maka kedua hadits tersebut memberikan pengertian, bahwa setiap amal yang benar adalah bila dilakukan dengan ikhlas karena Allah dan mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, yang keduanya merupakan syarat setiap ucapan dan amal yang lahir maupun yang batin. Oleh karena itu, siapa yang ikhlas dalam setiap amalnya karena Allah dan sesuai sunnah Rasulullah ๏ฒ, maka amalnya diterima, dan siapa yang tidak memenuhi dua hal tersebut atau salah satunya maka amalnya tertolak. [Bahjah Qulub Al-Abrar 10 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Saโ€™di] Dan demikian itulah yang dinyatakan oleh Fudhail bin Iyadh ketika menafsirkan firman Allah โ€œSupaya Dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnyaโ€ [QS Al-Mulk 2] Beliau berkata, Maksudnya, dia ikhlas dan benar dalam melakukannya. Sebab amal yang dilakukan dengan ikhlas tetapi tidak benar maka tidak akan diterima. Dan jika dia benar, tetapi tidak ikhlas maka amalnya juga tidak diterima. Adapun amal yang ikhlas adalah amal yang dilakukan karena Allah, sedang amal yang benar adalah bila dia sesuai dengan Sunnah Rasulullahโ€ [Hilyatu Auliya VIII/95, Abu Nuโ€™aim. Dan lihat Tafsir Al-Baghawi V/419, Jamiโ€™ul Al-Ulum wal Hikam 10 dan Madarij As-Salikin I/83] Al-Alamah Ibnul Qayyim berkata [Mawarid Al-Aman Al-Muntaqa min Ighatshah Al-Lahfan 35], โ€œSebagian ulama salaf berkata, โ€œTidaklah suatu pekerjaan meskipun kecil melainkan dibentangkan kepadanya dua catatan. Mengapa dan bagaimana ? Yakni, mengapa kamu melakukan dan bagaimana kamu melakukan ? Pertanyaan pertama tentang alasan dan dorongan melakukan pekerjaan. Apakah karena ada interes tertentu dan tujuan dari berbagai tujuan dunia seperti ingin dipuji manusia atau takut kecaman mereka, atau ingin mendapatkan sesuatu yang dicintai secara cepat, atau menghindarkan sesuatu yang tidak disukai dengan cepat ? Ataukah yang mendorong melakukan pekerjaan itu karena untuk pengabdian kepada Allah dan mencari kecintaan-Nya serta untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Taโ€™ala ? Artinya, pertanyaan pertama adalah, apakah kamu mengerjakan amal karena Allah, ataukah karena kepentingan diri sendiri dan hawa nafsu? Adapun pertanyaan kedua tentang mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam pengabdian itu. Artinya, apakah amal yang dikerjakan sesuai syariโ€™at Allah yang disampaikan Rasul-Nya? Ataukah pekerjaan itu tidak disyariโ€™atkan Allah dan tidak diridhai-Nya? Pertanyaan pertama berkaitan dengan ikhlas ketika beramal, sedangkan yang kedua tentang mengikuti Sunnah. Sebab Allah tidak akan menerima amal kecuali memenuhi kedua syarat tersebut. Maka agar selamat dari pertanyaan pertama adalah dengan memurnikan keikhlasan. Sedang agar selamat dari pertanyaan kedua adalah dengan mengikuti Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam dalam mengerjakan setiap amal. Jadi amal yang diterima adalah bila hatinya selamat dari keinginan yang bertentangan dengan ikhlas dan juga selamat dari hawa nafsu yang kontradiksi dengan mengikuti Sunnahโ€. Ibnu Katsir dalam tafsirnya I/231 berkata, โ€œSesungguhnya amal yang di terima harus memenuhi dua syarat. Pertama, ikhlas karena Allah. Kedua, benar dan sesuai syariโ€™at. Jika dilakukan dengna ikhlas, tetapi tidak benar, maka tidak akan diterimaโ€œ. Pernyataan itu dikuatkan dan dijelaskan oleh Ibnu Ajlan, ia berkata, โ€œAmal tidak dikatakan baik kecuali dengan tiga kriteria takwa kepada Allah, niat baik dan tepat sesuai sunnahโ€ [Jami Al-Ulum wal Hikam 10] Kesimpulannya, bahwa sabda Nabi ๏ฒ, โ€œSesungguhnya segala amal tergantung pada niatโ€ itu maksudnya, bahwa segala amal dapat berhasil tergantung pada niatnya. Ini adalah perintah untuk ikhlas dan mendatangkan niat dalam segala amal yang akan dilakukan oleh seseorang dengan sengaja, itulah yang menjadi sebab adanya amal dan pelaksanaannya. [Lihat Fathul bari I/13 dan Umdah Al-Qari I/25] Atas dasar ini, maka seseorang tidak dibenarkan sama sekali menggunakan hadits tersebut sebagai dalil pembenaran amal yang batil dan bidโ€™ah karena semata-mata niat baik orang yang melakukannya! 8. Pertanyaan Jika itu bidโ€™ah kenapa Kyai, Habib dan Ustadz di Indonesia melakukannya ? Jawab Pertama Perbuatan seseorang tidak boleh dijadikan dalil/hujjah didalam agama, apalagi perbuatan tersebut bertentangan dengan syariat. Lihat kembali jawaban dari pertanyaan ke-4 bagian pertama. Kedua Kyai, Habib ataupun Ustadz adalah manusia biasa yang tidak bisa merubah ketetapan syariat yang telah Allah tetapkan. Mereka kyai, habib dan ustadz bisa salah dan bisa benar. Jika perbuatan mereka bersesuaian dengan Kitabullah dan Sunnah diatas pemahaman salafush-shalih maka boleh kita ambil. Tetapi jika bertentangan maka wajib kita tolak dan tinggalkan. Allah ๏‰ berfirman Dan bahwa yang Kami perintahkan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia; janganlah kalian mengikuti jalan-jalan yang lain, karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan oleh Allah kepadamu agar kamu bertaqwa. [QS Al-Anโ€™aam 153] Ayat ini sebagaimana dijelaskan dalam hadits Ibnu Masโ€™ud ๏ด bahwa jalan itu hanya satu, sedangkan jalan selainnya adalah jalan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu dan jalannya ahlul bidโ€™ah. Hal ini sesuai dengan apa yang telah dijelaskan oleh Imam Mujahid ketika menafsirkan ayat ini. Jalan yang satu ini adalah jalan yang telah ditempuh oleh Rasulullah r dan para Shahabatnya t. Jalan ini adalah ash-Shirath al-Mustaqiim yang wajib atas setiap muslim menempuhnya dan jalan inilah yang akan mengantarkan kepada Allah U. Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa jalan yang mengantarkan seseorang kepada Allah hanya SATUโ€ฆ Tidak ada seorang pun yang dapat sampai kepada Allah, kecuali melalui jalan yang satu ini. [Tafsiir al-Qayyim, oleh Syaikhul Islam Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, cet. Daarul Kutub al-Ilmiyyah th. 1398 H] 9. Pertanyaan Apa saja contoh bidโ€™ah ? Jawab Contoh-contoh bidโ€™ah dari sekian banyak bidโ€™ah yang ada disekitar kita Maulid Nabi saran sebaiknya pelajari dan kenali asal-muasal maulid Nabi, siapa pencetus pertama maulid Nabi Acara selamatan Kematian, Kehamilan 3 bulan, 7 bulan dan selamatan/syukuran lainnya umumnya terjadi pada negara yang masyarakat dahulunya adalah beragama Hindu Yasinan asal hukum baca Surat Yasin boleh, tapi jika ditentukan waktunya โ€“misalkan tiap hari/malam tertentu-, bilangan โ€“ misalkan baca sekian kaliโ€“ dan tempatnya โ€“misalnya baca dikuburan, ditempat kematian dllโ€“ maka itu adalah bidโ€™ah, jika itu baik maka Nabi dan para Sahabatnya telah mendahului kita mengamalkannya, bukankah Istri yang paling dicintai Nabi juga meninggal, jika itu baik kenapa Nabi tidak membacakan Yasin atau selamatan kematian/tahlilan ?. Shalawat Badar, Nariyah, Fatih, Qubra dll shalawat ini mengandung kesyirikan jika diartikan kedalam bahasa Indonesia dan shalawat tersebut tidak ada asalnya dari Nabi ๏ฒ Peringatan malam Nisfu Syaโ€™ban Dzikir secara berjamaโ€™ah dipimpin oleh satu orang atau lebih. dll Demikianlah seputar tanya jawab yang umumnya terjadi antara ahlussunnah dan ahlul bidโ€™ah. Ahlussunnah adalah orang yang berpegang teguh diatas sunnah Nabi ๏ฒ atau dengan kata lain orang yang kehidupannya berada/mengikuti petunjuk Nabi ๏ฒ. Ahlul Bidโ€™ah adalah orang yang kehidupannya dipenuhi dengan amalan bidโ€™ah, amalan yang tidak ada asalnya dari Nabi ๏ฒ. Sebagai penutup semoga kita diberikan hidayah oleh Allah didalam menerima kebenaran yang memang pahit ini dan meninggalkan segala bentuk amalan bidโ€™ah, dan mereka yang terjebak didalam bidโ€™ah yang kemungkinan memiliki tujuan baik dan menghendaki kebaikan, apabila anda memang menghendaki kebaikan, maka -demi Allah- tidak ada jalan yang lebih baik dari pada jalan generasi terbaik umat ini yaitu zaman Nabi ๏ฒ dan para sahabatnya, tabiโ€™in dan tabiut tabiโ€™in. Hendaklah kaum muslimin yang menganggap baik sebagian bidโ€™ah, baik yang berkenaan dengan pribadi atau cara mengagungkan Rasulullah ๏ฒ, hendaklah mereka takut kepada Allah dan menghindari hal-hal semacam itu. Beramallah dengan didasari ikhlas dan mengikuti contoh Nabi ๏ฒ, bukan amal yang syirik dan bidโ€™ah, menurut apa yang diridhai oleh Allah, bukan apa yang disenangi syaitan. Semoga Allah menerangkan hati kita dengan iman dan ilmu, menjadikan ilmu agama yang kita miliki menjadi berkah dan bukan bencana. Semoga Allah membimbing kita kepada jalan para hamba-Nya yang beriman dan golongan-Nya yang beruntung. Shalawat dan salam semoga tetap dilimpahkan Allah kepada Nabi kita Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya. Wallahu alam Abu Yazid Fatwa Rohmana 13 Rabiul Awwal 1430 This entry was posted on Selasa, Maret 10th, 2009 at 1136 am and is filed under Uncategorized. You can follow any responses to this entry through the RSS feed. You can leave a response, or trackback from your own site. Navigasi pos Previous Post Next Post ยป
JawabSoal Tentang Bid'ah. Kepada Abdulla Amer. Pertanyaan: Assalamu 'alaikum wa rahmatullah wa barakatuhu. Kemarin, orang-orang sedang keluar dari shalat Jumat. Orang-orang berjubel di pintu masjid, lalu seseorang berkata "shallรป 'alรข an-nabiy -bershalawatlah kepada nabi-. Maka seseorang yang lain berkata: "diamlah, itu bid'ah."
Orang-orang yang tidak sependapat dengan amalan warga NU biasanya membidahkan amalan warga Nahdliyin dengan dalil sebagai berikut Barangsiapa menimbulkan sesuatu yang baru dalam urusan agama kita yang bukan dari ajarannya maka tertolak. HR. Bukhari Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bidโ€™ah, dan tiap bidโ€™ah adalah sesat, dan tiap kesesatan menjurus ke neraka. HR. Muslim Apabila kamu melihat orang-orang yang ragu dalam agamanya dan ahli bidโ€™ah sesudah aku Rasulullah Saw. tiada maka tunjukkanlah sikap menjauh bebas dari mereka. Perbanyaklah lontaran cerca dan kata tentang mereka dan kasusnya. Dustakanlah mereka agar mereka tidak makin merusak citra Islam. Waspadai pula orang-orang yang dikhawatirkan meniru-niru bidโ€™ah mereka. Dengan demikian Allah akan mencatat bagimu pahala dan akan meningkatkan derajat kamu di akhirat. HR. Ath-Thahawi Kamu akan mengikuti perilaku orang-orang sebelum kamu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk ke lubang biawak pun kamu ikut memasukinya. Para sahabat lantas bertanya, โ€œSiapa merekaโ€™ yang baginda maksudkan itu, ya Rasulullah?โ€ Beliau menjawab, โ€œOrang-orang Yahudi dan Nasrani.โ€ HR. Bukhari Tiga perkara yang aku takuti akan menimpa umatku setelah aku tiada kesesatan sesudah memperoleh pengetahuan, fitnah-fitnah yang menyesatkan, dan syahwat perut serta seks. Ar-Ridha Barangsiapa menipu umatku maka baginya laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Ditanyakan, โ€œYa Rasulullah, apakah pengertian tipuan umatmu itu?โ€ Beliau menjawab, โ€œMengada-adakan amalan bidโ€™ah, lalu melibatkan orang-orang kepadanya.โ€ HR. Daruquthin dari Anas. Setelah kita membaca hadits-hadits di atas Coba saudara cermati lagi. Telah kami terangkan bahwa kami umat Islam Ahlussunnah Wal Jamaah sangat menolak bidโ€™ah dhalalah, persis dengan hadits2 di atas, yaitu menolak perilaku menciptakan ibadah baru yang bertentangan dengan ajaran Syariat Islam, contohnya pelaksanaan Doa Bersama Muslim non Muslim, karena perilaku itu bertentangan dengan Alquran, falaa taqโ€™uduu maโ€™ahum hatta yakhudhuu fi hadiitsin ghairih janganlah kalian duduk dengan mereka -non muslim dalam ritualnya- hingga mereka membicarakan pembahasan lain -yang bukan ritual. Serta dalil lakum diinukum wa liadiin, bagimu agamamu dan bagiku agamaku. Jadi jelaslah, perilaku โ€œDoa Bersama Muslim non Muslimโ€ ini ini jelas-jelas bidโ€™ah dhalalah, tidak ada tuntunannya sedikitpun di dalam Islam. Tetapi tentang bidโ€™ah hasanah semisal ritual tahlilan atau kirim doa untuk mayit, pasti tetap kami laksanakan, karena tidak bertentangan dengan syariat Islam, Bahkan ada perintahnya baik dari Alquran maupun Hadits. Perlu diketahui, yang dimaksud ritual Tahlilan itu, adalah dimulai dengan Mengumpulkan masyarakat untuk hadir di majlis dzikir dan taklim, tidakkah ini sunnah Nabi? Hadits masyhur idza marartum bi riyaadhil jannah fartaโ€™uu, qaluu wamaa riyadhul jannah ya rasulullah? Qaala hilaqud dzikr Jika kalian mendapati taman sorga, maka masuklah, mereka bertanya, apa itu riyadhul jannah taman sorga, wahai Rasulullah? Beliau menjawab majlis dzikir. Membaca surat Alfatihah, tidakkah baca Alfatihah ini perintah syariat ? Baca surat Yasin, tidakkah baca Yasin juga perintah syariat ? Baca Al-ikhlas, Al-alaq-Annaas, tidakkah Allah berfirman faqra-u ma tayassara minal quran bacalah apa yang mudah/ringan dari ayat Alquran. Baca subhanallah, astaghfirullah, shalawat Nabi, kalimat thayyibah lailaha illallah muhammadur rasulullah. Doa penutup. Lantas tuan rumah melaksanakan ikramud dhaif, menghormati tamu sesuai dengan kemampuannya. Tentunya dalam masalah ini sangat bervariatif sesuai dengan tingkat kemampuannya, tak ubahnya saat Akhi/keluarga Akhi melaksnakan pernikahan dengan suguhan untuk tamu, yang disesuaikan dengan kemampuan tuan rumah. Nah, jika amalan2 ini dikumpulkan dalam satu tatanan acara, maka itulah yang dinamakan tahlilan, sekalipun Nabi tidak pernah mengamalkan tahlilan model Indonesia ini, namun setiap komponen dari ritual tahlilan adalah mengikuti ajaran Nabi saw. maka yang demikian inilah yang dinamakan dengan BIDโ€™AH HASANAH. Siapa kira-kira yang memulai Bidโ€™ah Hasanah ini? Tiada lain adalah Khalifah ke dua, Sahabat Umar bin Khatthab, tatkala beliau tahu bahwa Nabi mengajarkan shalat sunnah Tarawih 20 rakaat di bulan Ramadhan. Namun Nabi saw. melaksanakannya di masjid dengan sendirian, setelah beberapa kali beliau lakukan, lantas ada yang ikut jadi makmum, kemudian Nabi melaksnakan 8 rakaat di masjid, selebihnya dilakukan di rumah sendirian. Demikian pula para sahabatpun mengikuti perilaku ini, hingga pada saat kekhalifahan Sahabat Umar, beliau berinisiatif mengumpulkan semua masyarakat untuk shalat Tarawih dengan berjamaah, dilaksanakan 20 rakaat penuh di dalam masjid Nabawi, seraya berkata Niโ€™matil bidโ€™atu haadzihi sebaik-baik bidโ€™ah adalah ini = pelaksanaan tarawih 20 rakaat dengan berjamaah di dalam masjid sebulan penuh. Bidโ€™ahnya sahabat Umar ini terus berjalan hingga saat ini, malahan yang melestarikan adalah tokoh-tokoh Saudi Arabia seperti kita lihat sampai saat ini bahwa di Masjidil Haram tarawih berjamaโ€™ah 20 rokaat sebulan penuh, sekaligus dengan mengkhatamkan Qurโ€™an. Hal ini sama lestarinya dengan bidโ€™ahnya para Wali songo yang mengajarkan tahlilan di masyarakat Muslim Indonesia. Jadi baik Sahabat Umar dan pelanjut shalat tarawih di masjid-masjid di seluruh dunia, maupun para Walisongo dengan para pengikutnya umat Islam Indonesia, adalah pelaku BIDโ€™AH HASANAH, yang dalam hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Imam Muslim disebut Man sanna fil Islami sunnatan hasanatan, fa lahu ajruha wa ajru man amila biha bakdahu min ghairi an yangkusha min ujurihim syaik Barangsiapa yang memberi contoh sunnatan hasanatan perbuatan baru yang baik di dalam Islam yang tidak bertentangan dengan syariat, maka ia akan mendapatkan pahalanya dan kiriman pahala dari orang yang mengamalkan ajarannya, tanpa mengurangi pahala para pengikutnya sedikit pun. Jadi sangat jelas baik sahabat Umar maupun para Wali songo telah mengumpulkan pundi-pundi pahala yang sangat banyak dari kiriman pahala umat Islam yang mengamalkan ajaran Bidโ€™ah Hasanahnya beliau-beliau itu. Baik itu berupa Bidโ€™ahnya Tarawih Berjamaah maupun Bidโ€™ahnya Tahlilan dan amalan baik umat Islam yang lainnya. CONTOH-CONTOH BIDโ€™AH HASANAH Setelah baginda Nabi saw. wafat pun amal-amal perbuatan baik yang baru tetap dilakukan. Umat islam mengakuinya berdasar dalil-dalil yang shahih. Simak berbagai contoh berikut, Pembukuan al Qurโ€™an. Sejarah pengumpulan ayat-ayat Al-Qurโ€™an. Bagaimana sejarah penulisan ayat-ayat al Qurโ€™an. Hal ini terjadi sejak era sahabat Abubakar, Umar bin Khattab dan Zaid bin Tsabit ra. Kemudian oleh sahabat Ustman bin Affan ra. Jauh setelah itu kemudian penomoran ayat/ surat, harakat tanda baca, dll. Sholat tarawih seperti saat ini. Khalifah Umar bin Khattab ra yang mengumpulkan kaum muslimin dalam shalat tarawih bermaโ€™mum pada seorang imam. Pada perjalanan berikutnya dapat ditelusuri perkembangan sholat tarawih di masjid Nabawi dari masa ke masa Modifikasi yang dilakukan oleh sahabat Usman Bin Affan ra dalam pelaksanaan sholat Jumโ€™at. Beliau memberi tambahan adzan sebelum khotbah Jumโ€™at. Pembukuan hadits beserta pemberian derajat hadits shohih, hasan, dloโ€™if atau ahad. Bagaimana sejarah pengumpulan dari hadits satu ke hadits lainnya. Bahkan Rasul saw. pernah melarang menuliskan hadits2 beliau karena takut bercampur dengan Al Qurโ€™an. Penulisan hadits baru digalakkan sejak era Umar ibn Abdul Aziz, sekitar abad ke 10 H. Penulisan sirah Nabawi. Penulisan berbagai kitab nahwu saraf, tata bahasa Arab, dll. Penulisan kitab Maulid. Kitab dzikir, dll Saat ini melaksanakan ibadah haji sudah tidak sama dengan zaman Rasul saw. atau para sahabat dan tabiโ€™in. Jamaah haji tidur di hotel berbintang penuh fasilitas kemewahan, tenda juga diberi fasiltas pendingin untuk yang haji plus, memakai mobil saat menuju ke Arafah, atau kembali ke Mina dari Arafah dan lainnya. Pendirian Pesantren dan Madrasah serta TPQ-TPQ yang dalam pengajarannya dipakai sistem klasikal. dan masih banyak contoh-contoh lain. Dikutip dari ebook โ€œDALIL AMALAN WARGA NAHDLIYIN NUโ€™ yang ditulis oleh Imam Nawawi,
askumini tulisan sngat bagus,utamanya membuka cakrawala pemahaman tentang bid'ah,setau ane gada tradisi jahiliyah yg di islamkan,tapi napa para ulama kita dg mudahnya meng islamkan juga ukuran slah benarnya dlm ber islam adalah sunnah dan qu'an.jadi gasah nambah2lah,palagi bid'ah ko hasanah.lawong dah jelas setiap bid'ah itu dlolalah. afwan klo salah.
Perkataan yang sering dikemukakan oleh sebagian orang ketika membidโ€™ahkan suatu amalan, โ€œItu tidak pernah dilakukan oleh Nabi, dan para sahabat tidak pernah melakukannya. Seandainya itu perkara baik, niscaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya.โ€ Tark Tak Selalu Bermakna Tahrim Ketika Nabi tidak melakukan suatu halโ€“dalam istilah ilmu Ushul Fiqh disebut โ€œat-tarkโ€โ€” mengandung beberapa kemungkinan selain tahrim pengharaman. Mungkin saja Nabi tidak melakukan suatu hal hanya karena tidak terbiasa, atau karena lupa atau karena memang tidak terpikirkan sama sekali oleh beliau sebab sebagai manusia, Nabi yang suci dari dosa [maโ€™shum] diliputi pula oleh keterbatasan fisik dan lingkungan kulturalโ€”red, atau karena takut hal tersebut difardlukan atas umatnya sehingga memberatkan atau karena hal tersebut sudah masuk dalam keumuman sebuah ayat atau hadits atau kemungkinan-kemungkinan yang lain. Jelas bahwa tidak mungkin Nabi bisa melakukan semua hal yang dianjurkan, karena begitu sibuknya beliau dengan tugas-tugas dakwah, kemasyarakatan atau kenegaraan. Jadi, hanya karena Nabi tidak melakukan sesuatu lalu sesuatu itu diharamkan, ini adalah istinbath yang keliru. Demikian juga ketika para ulama salaf tidak melakukan suatu hal itu mengandung beberapa kemungkinan. Mungkin saja mereka tidak melakukannya karena kebetulan saja, atau karena menganggapnya tidak boleh atau menganggapnya boleh tetapi ada yang lebih afdlal sehingga mereka melakukan yang lebih afdlal, dan beberapa kemungkinan lain. Jika demikian halnya at-tark tidak melakukan saja tidak bisa dijadikan dalil, karena kaidah mengatakan ู…ูŽุง ุฏูŽุฎูŽู„ูŽู‡ู ุงู„ุงุญู’ุชูู…ูŽุงู„ู ุณูŽู‚ูŽุทูŽ ุจูู‡ู ุงู„ุงุณู’ุชูุฏู’ู„ุงูŽู„ู "Dalil yang mengandung beberapa kemungkinan tidak bisa lagi dijadikan dalil untuk salah satu kemungkinan saja tanpa ada dalil lain". Oleh karena itu al Imam asy-Syafi'i mengatakan ูƒูู„ู‘ู ู…ูŽุง ู„ูŽู‡ู ู…ูุณู’ุชูŽู†ูŽุฏูŒ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽุฑู’ุนู ููŽู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุจูุจูุฏู’ุนูŽุฉู ูˆูŽู„ูŽูˆู’ ู„ูŽู…ู’ ูŠูŽุนู’ู…ูŽู„ู’ ุจูู‡ู ุงู„ุณู‘ูŽู„ูŽูู "Setiap perkara yang memiliki sandaran dari syara' bukanlah bid'ah meskipun tidak pernah dilakukan oleh ulama salaf." Jadi, perlu diketahui bahwa ada sebuah kaidah ushul fiqh ุชูŽุฑู’ูƒู ุงู„ุดู‘ูŽู‰ู’ุกู ู„ุงูŽ ูŠูŽุฏูู„ู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ู…ูŽู†ู’ุนูู‡ู "Tidak melakukan sesuatu tidak menunjukkan bahwa sesuatu tersebut terlarang". At-tark yang dimaksud adalah ketika Nabi tidak melakukan sesuatu atau salaf tidak melakukan sesuatu, tanpa ada hadits atau atsar lain yang melarang untuk melakukan sesuatu yang ditinggalkan tersebut yang menunjukkan keharaman atau kemakruhannya. Jadi at-tark saja tidak menunjukkan keharaman sesuatu. At-tark saja jika tidak disertai nash lain yang menunjukkan bahwa al-matruk dilarang bukanlah dalil bahwa sesuatu itu haram, paling jauh itu menunjukkan bahwa meninggalkan sesuatu itu boleh. Sedangkan bahwa sesuatu itu dilarang tidak bisa dipahami dari at-tark saja, tetapi harus diambil dari dalil lain yang menunjukkan pelarangan, jika tidak ada berarti tidak terlarang dengan dalil at-tark saja. Perlu diketahui bahwa pengharaman sesuatu hanya bisa diambil dari salah satu di antara tiga hal ada 1 nahy larangan, atau 2 lafazh tahrim atau 3 dicela dan diancam pelaku suatu perbuatan dengan dosa atau siksa. Karena at-tark tidak termasuk dalam tiga hal ini berarti at-tark bukan dalil pengharaman. Karena itulah Allah berfirman ูˆูŽู…ูŽุขุกูŽุงุชูŽุงูƒูู…ู ุงู„ุฑู‘ูŽุณููˆู„ู ููŽุฎูุฐููˆู‡ู ูˆูŽู…ูŽุงู†ูŽู‡ูŽุงูƒูู…ู’ ุนูŽู†ู’ู‡ู ููŽุงู†ุชูŽู‡ููˆุง Maknanya "..Apa yang diberikan Rasulullah kepadamu maka terimalah dia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlahโ€ฆ" al Hasyr 7 Allah tidak menyatakan ูˆูŽู…ูŽุง ุขุชูŽุงูƒูู…ู ุงู„ุฑู‘ูŽุณููˆู’ู„ู ููŽุฎูุฐููˆู’ู‡ู ูˆูŽู…ูŽุง ุชูŽุฑูŽูƒูŽู‡ู ููŽุงู†ู’ุชูŽู‡ููˆู’ุง ุนูŽู†ู’ู‡ู "Apa yang diberikan Rasulullah kepadamu maka terimalah dia dan apa yang ditinggalkannya maka tinggalkanlah." Al Imam Abu Sa'id ibn Lubb mengatakan "ููŽุงู„ุชู‘ูŽุฑู’ูƒู ู„ูŽูŠู’ุณูŽ ุจูู…ููˆู’ุฌูุจู ู„ูุญููƒู’ู…ู ูููŠ ุฐูŽู„ููƒูŽ ุงู„ู’ู…ูŽุชู’ุฑููˆู’ูƒู ุฅูู„ุงู‘ูŽ ุฌูŽูˆูŽุงุฒูŽ ุงู„ุชู‘ูŽุฑู’ูƒู ูˆูŽุงู†ู’ุชูููŽุงุกูŽ ุงู„ู’ุญูŽุฑูŽุฌู ูููŠู’ู‡ูุŒ ูˆูŽุฃูŽู…ู‘ูŽุง ุชูŽุญู’ุฑููŠู’ู…ูŒ ุฃูŽูˆู’ ู„ูุตููˆู’ู‚ู ูƒูŽุฑูŽุงู‡ููŠูŽุฉู ุจูุงู„ู’ู…ูŽุชู’ุฑููˆู’ูƒู ููŽู„ุงูŽุŒ ูˆูŽู„ุงูŽ ุณููŠู‘ูŽู…ูŽุง ูููŠู’ู…ูŽุง ู„ูŽู‡ู ุฃูŽุตู’ู„ูŒ ุฌูู…ู’ู„ููŠู‘ูŒ ู…ูุชูŽู‚ูŽุฑู‘ูุฑูŒ ู…ูู†ูŽ ุงู„ุดู‘ูŽุฑู’ุนู ูƒูŽุงู„ุฏู‘ูุนูŽุงุกู". "Jadi at-tark tidak memiliki akibat hukum apa pun terhadap al Matruk kecuali hanya kebolehan meninggalkan al Matruk dan ketiadaan cela dalam meninggalkan hal tersebut. Sedangkan pengharaman atau pengenaan kemakruhan terhadap al Matruk itu tidak ada padanya, apalagi dalam hal yang tentangnya terdapat dalil umum dan global dari syara' seperti doa misalnya". Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan dalam Syarh al Bukhari ู‚ูŽุงู„ูŽ ุงุจู’ู†ู ุจูŽุทู‘ูŽุงู„ู ููุนู’ู„ู ุงู„ุฑู‘ูŽุณููˆู’ู„ู ุฅูุฐูŽุง ุชูŽุฌูŽุฑู‘ูŽุฏูŽ ุนูŽู†ู ุงู„ู‚ูŽุฑูŽุงุฆูู†ู โ€“ูˆูŽูƒูŽุฐูŽุง ุชูŽุฑู’ูƒูู‡ู- ู„ุงูŽ ูŠูŽุฏูู„ู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ูˆูุฌููˆู’ุจู ูˆูŽุชูŽุญู’ุฑููŠู’ู…ู "Ibnu Baththal mengatakan, Perbuatan Rasulullah jika tidak ada qarinah konteks, red lain โ€“demikian pula tark-nyaโ€”tidak menunjukkan kewajiban dan keharamanโ€™." Kitab Fathul Bari, 9/14 Jadi perkataan al Hafizh Ibnu Hajar "ูˆูŽูƒูŽุฐูŽุง ุชูŽุฑู’ูƒูู‡ู" menunjukkan bahwa at-tark saja mujarrad at-tark tidak menunjukkan pengharaman. Perihal Tuntutan โ€œMana Dalilnya?โ€ Sebagian kalangan sering mengatakan ketika melihat orang melakukan suatu amalan, โ€œIni tidak ada dalilnya!โ€, dengan maksud tidak ada ayat atau hadits khusus yang berbicara tentang masalah tersebut. Pertama, dalam ushul fiqh dijelaskan bahwa jika sebuah ayat atau hadits dengan keumumannya mencakup suatu perkara, itu menunjukkan bahwa perkara tersebut masyru'. Jadi keumuman ayat atau hadits adalah dalil syar'i. Dalil-dalil umum tersebut adalah seperti ูˆูŽุงูู’ุนูŽู„ููˆุง ุงู„ู’ุฎูŽูŠู’ุฑูŽ ู„ูŽุนูŽู„ู‘ูŽูƒูู…ู’ ุชููู’ู„ูุญููˆู†ูŽ Maknanya โ€œDan lakukan kebaikan supaya kalian beruntungโ€ al Hajj 77 Jadi dalil yang umum diberlakukan untuk semua cakupannya. Kaidah mengatakan ุงู„ุนูŽุงู…ู‘ู ูŠูุนู’ู…ูŽู„ู ุจูู‡ู ูููŠู’ ุฌูŽู…ููŠู’ุนู ุฌูุฒู’ุฆููŠู‘ูŽุงุชูู‡ู "Dalil yang umum diterapkan digunakan dalam semua bagian-bagian cakupannya." Ini sangat bertentangan dengan kebiasaan sebagian orang. Sebagian orang tidak menganggap cukup sebagai dalil dalam suatu masalah tertentu bahwa hal tersebut dicakup oleh keumuman sebuah dalil. Mereka selalu menuntut dalil khusus tentang masalah tersebut. Sikap seperti ini sangat berbahaya dan bahkan bisa mengantarkan kepada kekufuran tanpa mereka sadari. Karena jika setiap peristiwa atau masalah disyaratkan untuk dikatakan masyru' dan tidak disebut sebagai bid'ah bahwa ada dalil khusus tentangnya, niscaya akan tidak berfungsi keumuman Al-Qur'an dan Sunnah dan tidak sah lagi berdalil dengan keumuman tersebut. Ini artinya merobohkan sebagian besar dalil-dalil syar'i dan mempersempit wilayah hukum dan itu artinya bahwa syari'at ini tidak lagi dapat memenuhi kebutuhan tentang hukum peristiwa-peristiwa yang terus berkembang dengan berkembangnya zaman. Ini semua adalah akibat-akibat yang bisa mengantarkan kepada penghinaan dan pelecehan terhadap syari'at, padahal jelas penghinaan terhadap syari'at merupakan kekufuran yang sangat nyata. Kedua, dalam menetapkan hukum suatu permasalahan tidak diharuskan ada banyak dalil; berupa beberapa ayat atau beberapa hadits misalnya. Jika memang sudah ada satu hadits saja, misalnya, dan para mujtahid menetapkan hukum berdasarkan hadits tersebut maka hal itu sudah cukup. Ketiga, dalam beristidlal sering dijumpai adanya hadits yang diperselisihkan status dan kehujjahannya di kalangan para ulama hadits sendiri. Perbedaan penilaian terhadap suatu hadits inilah salah satu faktor penyebab terjadinya perbedaan pendapat di kalangan para ulama mujtahid. Seandainya bukan karena hal ini, niscaya para ulama tidak akan berbeda pendapat dalam sekian banyak masalah furuโ€™ dalam bab ibadah dan muโ€™amalah. Oleh karenanya, jika ada hadits yang statusnya masih diperselisihkan di kalangan para ahli maka sah-sah saja jika kita mengikuti salah seorang ulama hadits, apalagi jika yang kita ikuti betul-betul ahli di bidangnya seperti Ibnu Hibban, Abu Dawud, at-Tirmidzi, al Hakim, al Bayhaqi, an-Nawawi, al Hafizh Ibnu Hajar, as-Sakhawi, as-Suyuthi dan semacamnya. Karena memang menurut para ulama hadits sendiri, hadits itu ada yang muttafaq ala shihhatihi dan ada yang mukhtalaf fi shihhatihi Lihat as-Suyuthi, al-Hawi lil Fataawi 2/210, Risalah Bulugh al Maโ€™mul fi Khidmah ar-Rasul. Dari penjelasan ini diketahui bahwa jika ada sebagian kalangan yang mengira bahwa hanya mereka yang mengetahui hadits yang sahih dan hanya mereka yang memiliki hadits yang sahih, hadits yang ada pada mereka saja yang sahih dan semua hadits yang ada pada selain mereka tidak sahih, maka orang seperti ini betul-betul tidak mengerti tentang apa yang dia katakan. Orang seperti ini tidak tahu menahu tentang ilmu hadits dan para ahli hadits yang sebenarnya. Hati-hati Terperosok! Ada sebuah kaidah yang sangat penting dalam beristidlalโ€”orang yang tidak mengetahuinya bisa terperosok dalam kesesatan mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah atau sebaliknya. Al Hafizh al Faqih al Khathib al Baghdadi menyebutkan kaidah tersebut dalam kitab al-Faqih wal Mutafaqqih h. 132 ูˆูŽุฅูุฐูŽุง ุฑูŽูˆูŽู‰ ุงู„ุซู‘ูู‚ูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูŽุฃู’ู…ููˆู’ู†ู ุฎูŽุจูŽุฑู‹ุง ู…ูุชู‘ูŽุตูู„ูŽ ุงู„ุฅูุณู’ู†ูŽุงุฏู ุฑูุฏู‘ูŽ ุจูุฃูู…ููˆู’ุฑู" ุซูู…ู‘ูŽ ู‚ูŽุงู„ูŽ "ูˆูŽุงู„ุซู‘ูŽุงู†ููŠู’ ุฃูŽู†ู’ ูŠูุฎูŽุงู„ูููŽ ู†ูŽุตู‘ูŽ ุงู„ู’ูƒูุชูŽุงุจู ุฃูŽูˆู’ ุงู„ุณู‘ูู€ู†ู‘ูŽุฉู ุงู„ู’ู…ูุชูŽูˆูŽุงุชูุฑูŽุฉู ููŽูŠูุนู’ู„ูŽู…ู ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู„ุงูŽ ุฃูŽุตู’ู„ูŽ ู„ูŽู‡ู ุฃูŽูˆู’ ู…ูŽู†ู’ุณููˆู’ุฎูŒุŒ ูˆูŽุงู„ุซู‘ูŽุงู„ูุซู ุฃูŽู†ู’ ูŠูุฎูŽุงู„ูููŽ ุงู„ุฅูุฌู’ู…ูŽุงุนูŽ ููŽูŠูุณู’ุชูŽุฏูŽู„ู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู…ูŽู†ู’ุณููˆู’ุฎูŒ ุฃูŽูˆู’ ู„ุงูŽ ุฃูŽุตู’ู„ูŽ ู„ูŽู‡ูุŒ ู„ุฃูŽู†ู‘ูŽู‡ู ู„ุงูŽ ูŠูŽุฌููˆู’ุฒู ุฃูŽู†ู’ ูŠูŽูƒููˆู’ู†ูŽ ุตูŽุญููŠู’ุญู‹ุง ุบูŽูŠู’ุฑูŽ ู…ูŽู†ู’ุณููˆู’ุฎู ูˆูŽุชูุฌู’ู…ูุนู ุงู„ุฃูู…ู‘ูŽุฉู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฎูู„ุงูŽููู‡ู "Jika seorang perawi yang tsiqah ma'mun terpercaya meriwayatkan hadits yang bersambung sanadnya, hadits itu bisa tertolak karena beberapa hal. Kemudian beliau mengatakan Kedua hadits tersebut menyalahi nash Al-Qurโ€™an, hadits mutawatir, sehingga dari sini diketahui bahwa hadits tersebut sebenarnya tidak memiliki asal atau mansukh telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Ketiga hadits tersebut menyalahi ijma', sehingga itu menjadi petunjuk bahwa hadits tersebut sebenarnya mansukh atau tidak memiliki asal, karena tidak mungkin hadits tersebut sahih dan tidak mansukh lalu umat sepakat untuk menyalahinya". Orang yang tidak mengetahui kaidah ini bisa mengharamkan perkara yang dihalalkan oleh Allah, seperti sebagian orang yang mengaku mujtahid di masa kini yang mengharamkan bagi perempuan untuk memakai perhiasan emas yang berbentuk lingkaran adz-Dzahab al Muhallaq seperti cincin, gelang, kalung, anting dan semacamnya. Pengharaman itu dikarenakan ia menemukan beberapa hadits yang sahih menurutnya yang mengharamkan perhiasan emas tersebut. Padahal hadits-hadits tersebut sebenarnya menyalahi nash Al-Qur'an seperti firman Allah ุฃูŽูˆูŽ ู…ูŽู† ูŠูู†ูŽุดู‘ูŽุคูุง ูููŠ ุงู„ู’ุญูู„ู’ูŠูŽุฉู ูˆูŽู‡ููˆูŽ ูููŠ ุงู„ู’ุฎูุตูŽุงู…ู ุบูŽูŠู’ุฑู ู…ูุจููŠู†ู Maknanya "Dan apakah patut menjadi anak Allah orang yang dibesarkan dalam keadaan berperhiasan sedang dia tidak dapat memberi alasan yang terang dalam pertengkaran". az-Zukhruf 18 Hadits-hadits tersebut juga menyalahi ijma' sehingga dengan begitu diketahui bahwa hadits tersebut telah dinasakh telah dihapus dan tidak berlaku lagi. Al Hafizh al Bayhaqi mengatakan ููŽู‡ุฐูู‡ู ุงู„ุฃูŽุฎู’ุจูŽุงุฑู ุฃูŽูŠู’ ูููŠู’ ุงู„ุฅูุจูŽุงุญูŽุฉู ูˆูŽู…ูŽุง ูˆูŽุฑูŽุฏูŽ ูููŠู’ ู…ูŽุนู’ู†ูŽุงู‡ูŽุง ุชูŽุฏูู„ู‘ู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฅูุจูŽุงุญูŽุฉู ุงู„ุชู‘ูŽุญูŽู„ู‘ููŠู’ ุจูุงู„ุฐู‘ูŽู‡ูŽุจู ู„ูู„ู†ู‘ูุณูŽุงุกูุŒ ูˆูŽุงุณู’ุชูŽุฏู’ู„ูŽู„ู’ู†ูŽุง ุจูุญูุตููˆู’ู„ู ุงู„ุฅูุฌู’ู…ูŽุงุนู ุนูŽู„ูŽู‰ ุฅูุจูŽุงุญูŽุชูู‡ู ู„ูŽู‡ูู†ู‘ูŽ ุนูŽู„ูŽู‰ ู†ูŽุณู’ุฎู ุงู„ุฃูŽุฎู’ุจูŽุงุฑู ุงู„ุฏู‘ูŽุงู„ู‘ูŽุฉู ุนูŽู„ูŽู‰ ุชูŽุญู’ุฑููŠู’ู…ูู‡ู ูููŠู’ู‡ูู†ู‘ูŽ ุฎูŽุงุตู‘ูŽุฉู‹ "Jadi hadits-hadits ini dan semacamnya menunjukkan dibolehkannya berhias dengan emas bagi perempuan, dan kita menjadikan adanya ijma' atas kebolehan permpuan memakai perhiasan emas sebagai dalil bahwa hadits-hadits yang mengharamkan emas bagi perempuan secara khusus telah dinasakh" Lebih lanjut lihat Syekh Abdullah al Harari, Sharih al Bayan, 2/20-22. Anehnya, di sisi lain, orang-orang semacam ini ketika bertemu dengan hadits yang bertentangan dengan pendapat mereka, dengan mudah mereka mengklaim bahwa hadits tersebut mansukh atau khusus berlaku bagi Nabi tanpa ada dalil yang menunjukkan nasakh atau-pun khushushiyyah. Tetapi dalam hal yang oleh para ulama ditegaskan ada nasikh mereka tidak mau mengikutinya sambil berlagak menegakkan dan membela sunnah Nabi. Teladan Toleransi Ulama Salaf Dalam bidang furuโ€™ tidak pernah salah seorang dari para ulama mujtahid mengklaim bahwa dirinya saja yang benar dan selainnya sesat. Mereka tidak pernah mengatakan kepada mujtahid lain yang berbeda pendapat dengan mereka bahwa anda sesat dan haram orang mengikuti anda. Umar bin al Khaththab tidak pernah mengatakan hal itu kepada Ali bin Abi Thalib ketika mereka berbeda pendapat, demikian pula sebaliknya Ali tidak pernah mengatakan hal seperti itu kepada Umar. Demikian pula para ulama ahli ijtihad yang lain seperti Imam Abu Hanifah, Malik, Syafiโ€™i, Ahmad bin Hanbal, Ibnu al Mundzir, Ibnu Jarir ath-Thabari dan lainnya. Mereka juga tidak pernah melarang orang untuk mengikuti mazhab orang lain selama yang diikuti memang seorang ahli ijtihad. Mereka juga tidak pernah berambisi mengajak semua umat Islam untuk mengikuti pendapatnya. Mereka tahu betul bahwa perbedaan dalam masalah-masalah furuโ€™ telah terjadi sejak awal di masa para sahabat Nabi dan mereka tidak pernah saling menyesatkan atau melarang orang untuk mengikuti salah satu di antara mereka. Dalam berbeda pendapat, mereka berpegang pada sebuah kaidah yang disepakati ู„ุงูŽ ูŠูู†ู’ูƒูŽุฑู ุงู„ู’ู…ูุฎู’ุชูŽู„ูŽูู ูููŠู’ู‡ู ูˆูŽุฅูู†ู‘ูŽู…ูŽุง ูŠูู†ู’ูƒูŽุฑู ุงู„ู’ู…ูุฌู’ู…ูŽุนู ุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู โ€œTidak diingkari orang yang mengikuti salah satu pendapat para mujtahid dalam masalah yang memang diperselisihkan hukumnya mukhtalaf fih di kalangan mereka, melainkan yang diingkari adalah orang yang menyalahi para ulama mujtahid dalam masalah yang mereka sepakati hukumnya mujmaโ€™ alayhi.โ€ Lihat as-Suyuthi, al-Asybaah wa an-Nazha-ir, h. 107, Syekh Yasin al Fadani, al-Fawa-id al-Janiyyah, h. 579-584 Maksud dari kaidah ini bahwa jika para ulama mujtahid berbeda pendapat tentang suatu permasalahan, ada yang mengatakan wajib, sunnah atau makruh, haram, atau boleh dan tidak boleh, maka tidak dilarang seseorang untuk mengikuti salah satu pendapat mereka. Tetapi jika hukum suatu permasalahan telah mereka sepakati, mereka memiliki pendapat yang sama dan satu tentang masalah tersebut maka tidak diperbolehkan orang menyalahi kesepakatan mereka tersebut dan mengikuti pendapat lain atau memunculkan pendapat pribadi yang berbeda. Wallahu a'lam. Ustadz Nur Rohmad, Dewan Pakar Aswaja NU Center PCNU Kabupaten Mojokerto
PertanyaanSoal Bid'ah (1)Assalamu'alaikum wr. wb. Saya ingin menanyakan, bagaimana sikap kita bila di lingkungan tempat tinggal kita ini meskipun orang-orangnya. Soal Bid'ah - % Karena mereka belum tahu tentang pengetahuan agama secara dalam. Memahami Al-Qur'an dan Hadits serta praktek ibadah Nabi Saw, tidak
Oleh Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin Mungkin ada di antara pembaca yang bertanya Bagaimanakah pendapat anda tentang perkataan Umar bin Khatab Radhiyallahu Anhu setelah memerintahkan kepada Ubay bin Kaโ€™ab dan Tamim Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan para jamaโ€™ah sedang berkumpul dengan imam mereka, beliau berkata โ€œinilah sebaik-baik bidโ€™ah โ€ฆ. dstโ€. Jawabannya. Pertama. Bahwa tak seorangpun di antara kita boleh menentang sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, walaupun dengan perkataan Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali atau dengan perkataan siapa saja selain mereka. Karena Allah Taโ€™ala berfirman โ€œArtinya Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahnya Rasul takut akan ditimpa fitnah atau ditimpa adzab yang pedihโ€. [An-Nuur 63]. Imam Ahmad bin Hambal berkata โ€œTahukah anda, apakah yang dimaksud dengan fitnah ?. Fitnah, yaitu syirik. Boleh jadi apabila menolak sebagian sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam akan terjadi pada hatinya suatu kesesatan, akhirnya akan binasaโ€. Ibnu Abbas Radhiyallahu anhu berkata โ€œHampir saja kalian dilempar batu dari atas langit. Kukatakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, tapi kalian menentangnya dengan ucapan Abu Bakar dan Umarโ€. Kedua. Kita yakin kalau Umar Radhiyallahu anhu termasuk orang yang sangat menghormati firman Allah Taโ€™ala dan sabda Rasul-Nya Shallallahu alaihi wa sallam. Beliaupun terkenal sebagai orang yang berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, sehingga tak heran jika beliau mendapat julukan sebagai orang yang selalu berpegang teguh kepada kalamullah. Dan kisah perempuan yang berani menyanggah pernyataan beliau tentang pembatasan mahar maskawin dengan firman Allah, yang artinya โ€ โ€ฆ sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak โ€ฆโ€ [An-Nisaa 20] bukan rahasia lagi bagi umum, sehingga beliau tidak jadi melakukan pembatasan mahar. Sekalipun kisah ini perlu diteliti lagi tentang keshahihahnya, tetapi dimaksudkan dapat menjelaskan bahwa Umar adalah seorang yang senantiasa berpijak pada ketentuan-ketentuan Allah, tidak melanggarnya. Oleh karena itu, tak patut bila Umar Radhiyallahu anhu menentang sabda Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan berkata tentang suatu bidโ€™ah โ€œInilah sebaik-baik bidโ€™ahโ€, padahal bidโ€™ah tersebut termasuk dalam kategori sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam โ€œSetiap bidโ€™ah adalah kesesatanโ€. Akan tetapi bidโ€™ah yang dikatakan oleh Umar, harus ditempatkan sebagai bidโ€™ah yang tidak termasuk dalam sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam tersebut. Maksudnya adalah mengumpulkan orang-orang yang mau melaksanakan shalat sunat pada malam bulan Ramadhan dengan satu imam, di mana sebelumnya mereka melakukannya sendiri-sendiri. Sedangkan shalat sunat ini sendiri sudah ada dasarnya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, sebagaimana dinyatakan oleh Sayyidah Aisyah Radhiyallahu anha berkata โ€œNabi Shallallahu alaihi wa sallam pernah melakukan qiyamul lail bersama para sahabat tiga malam berturut-turut, kemudian beliau menghentikannnya pada malam keempat, dan bersabda โ€œArtinya Sesungguhnya aku takut kalau shalat tersebut diwajibkan atas kamu, sedanghkan kamu tidak mampu untuk melaksanakannyaโ€. [Hadits Riwayat Al-Bukhari dan Muslim]. Jadi qiyamul lail shalat malam di bulan Ramadhan dengan berjamaah termasuk sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Namun disebut bidโ€™ah oleh Umar Radhiyallahu anhu dengan pertimbangan bahwa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam setelah menghentikannya pada malam keempat, ada di antara orang-orang yang melakukannya sendiri-sendiri, ada yang melakukannya secara berjamaโ€™ah dengan orang banyak. Akhirnya Amirul Muโ€™minin Umar Radhiyallahu anhu dengan pendapatnya yang benar mengumpulkan mereka dengan satu imam. Maka perbuatan yang dilakukan oleh Umar ini disebut bidโ€™ah, bila dibandingkan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang sebelum itu. Akan tetapi sebenarnya bukanlah bidโ€™ah, karena pernah dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dengan penjelasan ini, tidak ada suatu alasan apapun bagi ahli bidโ€™ah untuk menyatakan perbuatan bidโ€™ah mereka sebagai bidโ€™ah hasanah. Mungkin juga di antara pembaca ada yang bertanya Ada hal-hal yang tidak pernah dilakukan pada masa Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, tetapi disambut baik dan diamalkan oleh umat Islam, seperti; adanya sekolah, penyusunan buku, dan lain sebagainya. Hal-hal baru seperti ini dinilai baik oleh umat Islam, diamalkan dan dipandang sebagai amal kebaikan. Lalu bagaimana hal ini, yang sudah hampir menjadi kesepakatan kaum Muslimin, dipadukan dengan sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam โ€œSetiap bidโ€™ah adalah kesesatan ?โ€. Jawabnya Kita katakan bahwa hal-hal seperti ini sebenarnya bukan bidโ€™ah, melainkan sebagai sarana untuk melaksanakan perintah, sedangkan sarana itu berbeda-beda sesuai tempat dan zamannya. Sebagaimana disebutkan dalam kaedah โ€œSarana dihukumi menurut tujuannyaโ€. Maka sarana untuk melaksanakan perintah, hukumnya diperintahkan ; sarana untuk perbuatan yang tidak diperintahkan, hukumnya tidak diperintahkan ; sedang sarana untuk perbuatan haram, hukumnya adalah haram. Untuk itu, suatu kebaikan jika dijadikan sarana untuk kejahatan, akan berubah hukumnya menjadi hal yang buruk dan jahat. Firman Allah Taโ€™ala. โ€œArtinya Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuanโ€. [Al-Anโ€™aam 108]. Padahal menjelek-jelekkan sembahan orang-orang yang musyrik adalah perbuatan hak dan pada tempatnya. Sebaliknya, mejelek-jelekan Rabbul Alamien adalah perbuatan durjana dan tidak pada tempatnya. Namun, karena perbuatan menjelek-jelekkan dan memaki sembahan orang-orang musyrik menyebabkan mereka akan mencaci maki Allah, maka perbuatan tersebut dilarang. Ayat ini sengaja kami kutip, karena merupakan dalil yang menunjukkan bahwa sarana dihukumi menurut tujuannya. Adanya sekolah-sekolah, karya ilmu pengetahuan dan penyusunan kitab-kitab dan lain sebagainya walaupun hal baru dan tidak ada seperti itu pada zaman Nabi Shallallahu alaihi wa sallam, namun bukan tujuan, tetapi merupakan sarana. Sedangkan sarana dihukumi menurut tujuannya. Jadi seandainya ada seseorang membangun gedung sekolah dengan tujuan untuk pengajaran ilmu yang haram, maka pembangunan tersebut hukumnya adalah haram. Sebaliknya, apabila bertujuan untuk pengajaran ilmu syarโ€™i, maka pembangunannya adalah diperintahkan. Jika ada pula yang mempertanyakan Bagaimana jawaban anda terhadap sabda Nabi Shallallahu alaihi wa sallam. โ€œArtinya Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti meniru perbuatannya itu ..โ€. โ€œSannaโ€ di sini artinya membuat atau mengadakan. Jawabnya Bahwa orang yang menyampaikan ucapan tersebut adalah orang yang menyatakan pula โ€œSetiap bidโ€™ah adalah kesesatanโ€. yaitu Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dan tidak mungkin sabda beliau sebagai orang yang jujur dan terpercaya ada yang bertentangan satu sama lainnya, sebagaimana firman Allah juga tidak ada yang saling bertentangan. Kalau ada yang beranggapan seperti itu, maka hendaklah ia meneliti kembali. Anggapan tersebut terjadi mungkin karena dirinya yang tidak mampu atau karena kurang jeli. Dan sama sekali tidak akan ada pertentangan dalam firman Allah Subhanahu wa Taโ€™ala atau sabda Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara kedua hadits tersebut, karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam menyatakan โ€œman sanna fil islaamโ€, yang artinya โ€œBarangsiapa berbuat dalam Islamโ€, sedangkan bidโ€™ah tidak termasuk dalam Islam ; kemudian menyatkan โ€œsunnah hasanahโ€, berarti โ€œSunnah yang baikโ€, sedangkan bidโ€™ah bukan yang baik. Tentu berbeda antara berbuat sunnah dan mengerjakan bidโ€™ah. Jawaban lainnya, bahwa kata-kata โ€œman sannaโ€ bisa diartikan pula โ€œBarangsiapa menghidupkan suatu sunnahโ€, yang telah ditinggalkan dan pernah ada sebelumnya. Jadi kata โ€œsannaโ€ tidak berarti membuat sunnah dari dirinya sendiri, melainkan menghidupkan kembali suatu sunnah yang telah ditinggalkan. Ada juga jawaban lain yang ditunjukkan oleh sebab timbulnya hadits diatas, yaitu kisah orang-orang yang datang kepada Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dan mereka itu dalam keadaan yang amat sulit. Maka beliau menghimbau kepada para sahabat untuk mendermakan sebagian dari harta mereka. Kemudian datanglah seorang Anshar dengan membawa sebungkus uang perak yang kelihatannya cukup banyak, lalu diletakkannya di hadapan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Seketika itu berseri-serilah wajah beliau dan bersabda. โ€œArtinya Siapa yang memulai memberi contoh kebaikan dalam Islam maka ia mendapat pahala perbuatannya dan pahala orang-orang yang mengikuti meniru perbuatannya itu ..โ€. Dari sini, dapat dipahami bahwa arti โ€œsannaโ€ ialah melaksanakan mengerjakan, bukan berarti membuat mengadakan suatu sunnah. Jadi arti dari sabda beliau โ€œMan Sanna fil Islaami Sunnatan Hasananโ€, yaitu โ€œBarangsiapa melaksanakan sunnah yang baikโ€, bukan membuat atau mengadakannya, karena yang demikian ini dilarang. berdasarkan sabda beliau โ€œKullu bidโ€™atin dhalaalahโ€. [Disalin dari buku Al-Ibdaaโ€™ fi Kamaalisy Syarโ€™i wa Khatharil Ibtidaaโ€™ edisi Indonesia Kesempurnaan Islam dan Bahaya Bidโ€™ah karya Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Utsaimin, penerjemah Ahmad Masykur MZ, terbitan Yayasan Minhajus Sunnah, Bogor โ€“ Jabar] Sumber Filed under Sunni
Al'Allamah Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di rahimahullah memaparkan tentang bid'ah, "Bid'ah adalah perkara yang diada-adakan dalam agama. Sesungguhnya agama itu adalah apa yang datang dari Nabi shallallahu alaihi wa sallam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah (ajaran beliau).Jadi, apa yang ditunjukkan oleh Al-Qur'an dan As-Sunnah, itulah agama.
Pertanyaan Soal Bidโ€™ah 1Assalamuโ€™alaikum wr. wb. Saya ingin menanyakan, bagaimana sikap kita bila di lingkungan tempat tinggal kita ini meskipun orang-orangnyasangat religius, tetapi sering kali membidโ€™ahkan hal-hal yang sudah baik seperti yasinan, tahlilan, sholawatan, dzikir bersama setelah sholat, dsbKemudian saya tanyakan, beberapa tahun terakhir saya sering membaca buku-buku sufistik, mengingat ayah saya juga mengikuti Thariqot Qadiriah di Bandung, namun sampai saat ini saya belum mengikuti thariqat, ada rasa ragu apakah saya bisa menjalani riyadhah seperti yang ayah saya lakukan saya rasa sangat berat. Saat ini saya tinggal dan bekerja di Tangerang, dan orang tua saya menganjurkan untuk belajar mengaji di Tangerang saja. Mohon bantuannya, adakah thariqat yang lebih ringan di Tangerang? Terima kasih banyak sebelumnya. wr. Purnama -0812185xxxxxPertanyaan Soal Bidโ€™ah 2Assalamuโ€™alaikum wr. wb. Pak Kyai yang saya hormati afwan saya Ruli dari Tanggerang mau tanya tentang bidโ€™ah. Apakah benar anggapan kelompok Wahabi setiap bidโ€™ah itu adalah sesat dan sesat itu adalah tempat neraka? Bagaimana menurut Pak Kyai tentang hal diatas? Terima kasih. Wassalamualaikum wr. yang menjadi tradisi kebaikan di kalangan ummat Islam seperti Yasinan, Tahlil, wirid sehabis sholat, bukan sesuatu yang bidโ€™ah. Tetapi adalah Sunnah Hasanah seperti dalam hadits Nabi Saw, โ€œMan sanna sunnatan hasanatanโ€ฆdstโ€. Jika disebut Bidโ€™ah maka bukan Bidโ€™ah Dholalah hal baru yang sesat, tetapi Bidโ€™ah hasanah tradisi baru yang baik, yang sesungguhnya menjabarkan kandungan Al-Qurโ€™an dan Sunnah Nabi tidak usah bingung. Karena mereka belum tahu tentang pengetahuan agama secara dalam. Memahami Al-Qurโ€™an dan Hadits serta praktek ibadah Nabi Saw, tidak segampang membaca formalitas teks Al-Qurโ€™an dan Sunnah. Ada namanya Ijtihad yaitu memahami Al-Qurโ€™an dan Sunnah menurut pemikiran maksimal dengan syarat-syarat-nya, yang dilakukan oleh para Sahabat, Tabiโ€™iin hingga para Ulama Mujtahidin. Seluruh tatacara ibadah kita saat ini, tanpa adanya para sahabat, tabiโ€™iin dan mujtahidin, pasti kita akan gagal memahami Nabi saat ini banyak orang melakukan Ijtihad, tetapi tidak memenuhi syarat ijtihad, sehjingga ijtihadnya malah menyesatkan dirinya dan orang lain, lalu membidโ€™ahkan sana sini. Dalam setiap zaman golongan seperti itu selalu ada, kita sangat kasihan sekali terhadap mereka ini, karena semangat besar, cara dan jalannya yang salah. Yang terjadi adalah Nafsu Ijtihad. Nahโ€ฆMisalnya kalau Allah Swt memerintahkan anda makan singkong, apakah anda akan makan singkong dengan mentah-mentah tanpa dimasak, tanpa dikupas, tanpa dicuci?Kalau ketika anda mengupas kulitnya, disebut bidโ€™ah? Merebus singkong itu juga bidโ€™ah? Membuat pati songkong juga bidโ€™ah? Inilah perlunya berakal sehat dan pemikiran yang benar, dalam bidโ€™ah yang dholalah saja yang disebut bidโ€™ah neraka. Zaman Nabi sholat tarawih tidak dibatasi jumlah rokaatnya. Tetapi sejak zaman Khalifah Umar hingga sekarang ini, sholat tarawih di masjidil Haram dan Masjid Nabawi, 20 rekaat. Itulah Bidโ€™ah Hasanah bidโ€™ah yang sangat bagus.Ikuti pengajian tasawuf di Tangerang di Gedung MUI Tangerang seperti dalam jadwal di atau di Majalah Cahaya Sufi, agar ada pencerahan dalam diri anda dan sekaligus membebaskan bebas psikologis anda.
๏ปฟBIDAH; Beberapa Pertanyaan dan Jawabannya. Oleh: Syaikh Muhammad bin Shaleh Al-'Utsaimin. Mungkin ada diantara kita yang bertanya bagaimanakah pendapat anda tentang perkataan Umar bin Khattab r.a. setelah memerintahkan kepada Ubay bin Ka'ab dan Tamim Ad-Dari agar mengimami orang-orang di bulan Ramadhan. Ketika keluar mendapatkan jama'ah sedang berkumpul dengan imam mereka, beliau berkata
In a hadith, Prophet Muhammad Saw said, โ€œevery bidโ€™ah is a going astray.โ€ Some people understand that the bidโ€™ah in the hadith is anything new in Islam which is never done by the Prophet. This paper attempts to probe the concept of bidโ€™ah in the hadith. After searching several books of hadiths, apparently there are some cases that occurred during the period companions of the Prophet and afterwards in which showing the companionโ€™s creativity in worship, but the worship practice has never been done by the Prophet and had never been ordered to do. Nevertheless, the Prophet accepted it and gave it high appreciation since the new things were in accordance to Islamic teachings. On the other hand, there was also something new in religious matters conducted by some companions. Because it contradicts the teachings of Islam, the Prophet refused and banned it. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Ilmu Ushuluddin, Januari 2016, hlm. 63-72 Vol. 15, No. 1 ISSN 1412-5188 MENELISIK KONSEP BIDโ€™AH DALAM PERSPEKTIF HADIS Muhammad Arabiy Fakultas Ushuluddin dan Humaniora IAIN Antasari Banjarmasin Diterima tanggal 3 Januari 2016 / Disetujui tanggal 7 Februari 2016 Abstract In a hadith, Prophet Muhammad Saw said, โ€œevery bidโ€™ah is a going astray.โ€ Some people understand that the bidโ€™ah in the hadith is anything new in Islam which is never done by the Prophet. This paper attempts to probe the concept of bidโ€™ah in the hadith. After searching several books of hadiths, apparently there are some cases that occurred during the period companions of the Prophet and afterwards in which showing the companionโ€™s creativity in worship, but the worship practice has never been done by the Prophet and had never been ordered to do. Nevertheless, the Prophet accepted it and gave it high appreciation since the new things were in accordance to Islamic teachings. On the other hand, there was also something new in religious matters conducted by some companions. Because it contradicts the teachings of Islam, the Prophet refused and banned it. Kata kunci Sunnah Nabi, Sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn, umศ—r muhdatsah, bidโ€™ah. Pendahuluan Sudah dimaklumi bersama bahwa hadis adalah sumber ajaran Islam kedua setelah al-Qurโ€™an. Oleh karena itu, untuk memperoleh pengetahuan tentang agama Islam yang benar diperlukan pemahaman yang benar terhadap hadis, sebagaimana dibutuhkan pemahaman yang sahih terhadap al-Qurโ€™an. Jika tidak, maka bisa terjadi kesalahan dalam memahami hadis yang berakibat kekeliruan dalam pengamalan aplikasi hadis tersebut. Bahkan bisa menyalahkan orang lain yang berbeda pemahaman. Dalam upaya memperoleh pemahaman yang benar terhadap hadis, ulama telah menyebutkan beberapa kaidah atau ketentuan dhawรขbith.Di antaranya ialah mengumpulkan hadis-hadis yang berbicara tentang satu cara ini, akan diperoleh pemahaman yang utuh tidak parsial terkait tema dimaksud. Misalnya hadis tentang bidโ€™ah. Sebagian orang hanya mengambil satu hadis, sehingga pemahamannya tentang bidโ€™ah menjadi sempit. Menurutnya, segala perkara baru dalam hal ibadah yang tidak ada pada masa Nabi itu adalah bidโ€™ah. Hadis dimaksud misalnya perkataan Nabi Saw ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎ˆˆ๎„‰๎‡๎ˆ๎†Œ๎†—๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ž๎„…๎‡ธ๎„‹๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎†ข๎…๎‡˜๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„๎ˆˆ๎„‰๎‡Œ๎„ƒ๎†ฆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ป๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡Š๎„‰๎‡ ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ง๎†ข๎†Š๎‡ด๎„‰๎†ฌ๎„…๎†ป๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฏ๎†ก๎„†๎…š๎„‰๎†ฐ๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡ˆ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎‚ ๎†ข๎†Š๎‡จ๎†Š๎‡ด๎„„๎†ผ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎„‰๎‡‹๎†ก๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎…›๎„๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎„…๎ˆ€๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„Œ๎‡”๎„ƒ๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡€๎†Ž๎†ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ข๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎†ข๎„‹๎ˆ‡๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ฉ๎†ข๎†Š๎†ฏ๎„ƒ๎†พ๎„…๎†ธ๎„„๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎†Œ๎†˜๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†จ๎†Š๎†ฏ๎„ƒ๎†พ๎„…๎†ธ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎‚๎†ˆ๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎„…๎†พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎„…๎†พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎†จ๎†Š๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡“๎ฎ๎€ƒ๎‡พ๎†ณ๎‡‚๎†ป๎†—๎€ƒ๎‡ต๎†ข๎‡ท๎ˆ๎†ก๎€ƒ๎†พ๎…ง๎†—๎€ƒ๎‡บ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‡‘๎†ข๎†ฅ๎‡‚๎‡ ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‡บ๎†ฅ๎€ƒ๎†จ๎ˆ‡๎‡๎†ข๎‡‡๎€ƒSelengkapnya lihat Yศ—suf al-Qaradhawiy, al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah Kairo Maktabah Wahbah, 1991 M/1411 H, 115-207. Yศ—suf al-Qaradhawiy, al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah, 128. Abศ— Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal al-Syaibรขniy, Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syuaib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah, 2001 M/1421 H, No. 17144. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 โ€œAku wasiatkan kepada kalian agar bertakwa kepada Allah dan mendengar serta mematuhi pemimpin meskipun ia seorang budak dari Habasyah. Barangsiapa di antara kalian yang masih hidup setelah wafatku, niscaya ia akan melihat perbedaan yang banyak. Maka tetaplah berpegang kepada sunnahku dan sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn yang diberi petunjuk. Gigitlah sunnah tersebut dengan gigi geraham peganglah erat-erat, dan jauhi perkara-perkara baru, karena tiap-tiap perkara baru itu ialah bidโ€™ah, dan setiap bidโ€™ah itu adalah sesat.โ€ Di dalam buku al-Sunan wa al-Mubtadaรขt disebutkan bahwa setiap bidโ€™ah yang terkait dengan agama adalah sesat. Bidโ€™ah dalam masalah agama dibagi menjadi empat macam pertama, al-bidaโ€™ al-mukaffirah bidโ€™ah yang menyebabkan kafir, misalnya berdoa kepada selain Allah, seperti kepada para Nabi dan orang-orang shalih dan meminta pertolongan kepada mereka. Kedua, al-bidaโ€™ al-muharramah bidโ€™ah yang diharamkan, misalnya bertawassul kepada Allah melalui orang yang telah meninggal, meminta doa mereka, menyalakan lampu di atas kuburan mereka. Ketiga, al-bidaโ€™ al-makrศ—hah tahrรฎm, misalnya shalat zuhur setelah shalat Jumโ€™at, membaca al-Qurโ€™an dengan imbalan atau khataman yang dilakukan untuk orang yang sudah meninggal, berkumpul untuk melakukan doa bersama pada malam nishfu Syaโ€™ban dan pada malam maulid. Keempat, al-bidaโ€™ al-makrศ—hah tanzรฎh, misalnya berjabat tangan setelah shalat, menggantungkan kain di atas mimbar, membaca doa รขsyศ—rรข, doa awal dan akhir redaksi hadis di atas diketahui bahwa setiap perkara baru bidโ€™ah itu sesat. Namun ada banyak hal-hal baru yang dilakukan oleh para sahabat berdasarkan ijtihad mereka, baik ketika Nabi masih hidup atau setelah wafat, yang kemudian disetujui oleh Nabi dan para sahabat, bahkan diberikan apresiasi. Yang jadi pertanyaan, hal-hal baru yang bagaimana yang dianggap sesat menurut hadis di atas? Bagaimana sikap Nabi Saw. dan al-Khulafรข al-Rรขsyidรฎn sesudahnya dalam menanggapi perkara-perkara baru? Konsep Sunnah dan Bidโ€™ah Berdasarkan Hadis Nabi Untuk mengetahui konsep bidah perlu dikenal lebih dulu makna sunnah, karena dua term ini merupakan sesuatu yang berlawanan berdasarkan hadis di atas. Dalam sebuah pernyataan dikatakan โ€œ๎‚ ๎†ข๎ˆˆ๎‡‹๎ˆ‹๎†ก๎€ƒ๎…‘๎ˆˆ๎†ฌ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎‡ฟ๎†พ๎‡”๎†ฅโ€๎€‘ Adapun makna sunnah secara bahasa ๎‡ช๎ˆ‡๎‡‚๎‡—๎€ƒ atau ๎†จ๎‡ฌ๎ˆ‡๎‡‚๎‡— atau ๎†ง๎…š๎‡‡ yaitu cara atau jalan atau sejarah. Makna tersebut juga sesuai dengan yang dimaksud di dalam hadis-hadis ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„‰๎‡ฃ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎ฎโ€œSiapa saja yang tidak suka dengan cara hidupku maka ia tidak termasuk golonganku.โ€ ๎พ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„„๎‡ ๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ฆ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎†ก๎„†๎‡‚๎„…๎†ฆ๎„‰๎‡‹๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡‚๎„…๎†ฆ๎„‰๎‡Œ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎„†๎‡Ÿ๎†ก๎„ƒ๎‡๎„‰๎†ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡๎†ก๎„ƒ๎‡๎„‰๎‡€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ธ๎„„๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„˜๎†ค๎„ƒ๎‡“๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ˆ‚๎„„๎‡ธ๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ณ๎ฎ๎‚๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎†’๎‡ด๎†Œ๎‡ซ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎†ฝ๎ˆ‚๎„„๎ˆ€๎„ƒ๎ˆˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡๎†ข๎„ƒ๎‡๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎†Š๎‡ง๎ฎMuhammad Abd al-Salรขm Khadir al-Syaqรฎriy, al-Sunan wa al-Mubtadaโ€™รขt al-Mutaโ€™alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press, 2005, 4-5. Abศ— al-Husayn Ahmad bin Fรขris al-Rรขziy, Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah Beirut Dรขr al-Fikr, 1979 M/1399 H, jld III 61.; Ahmad bin Aliy bin Hajar al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy Beirut Dรขr al-Marifah, 1379 H, jld I 134. Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Ismรขรฎl al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy Damaskus Dรขr Thauq al-Najรขh, 1422 H, Kitรขb al-Nikรขh Bab Anjuran Menikah No. 5063. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Ahรขdรฎts al-Anbiyรข, Bab Tentang Bani Israil No. 3456. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah โ€œKalian akan mengikuti cara langkah orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga kalau mereka masuk dalam lubang biawak pun akan kalian ikuti. Kami para sahabat bertanya kepada Nabi Apakah Yahudi dan Nasrani yang kau maksud? Nabi bersabda siapa lagi.โ€ ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎†ข๎†Š๎‡ด๎„…๎‡‡๎†Ž๎†œ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎€ƒ๎‚๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡ˆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„„๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„‰๎†ฌ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎†’๎†ฐ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡‚๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡Ž๎†Œ๎‡ฌ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„‰๎‡ฟ๎†Ž๎‡๎ˆ‚๎„„๎†ณ๎†Œ๎†—๎€ƒ๎‚๎ƒ†๎‚ ๎„…๎ˆ†๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎†ข๎†Š๎‡ด๎„…๎‡‡๎†Ž๎†œ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎„‹๎‡ผ๎„„๎‡‡๎€ƒ๎‚๎††๎†จ๎†Š๎† ๎„๎ˆˆ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„„๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„‰๎†ฌ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎†’๎†ฐ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡๎„…๎‡ƒ๎†Ž๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡Ž๎†Œ๎‡ฌ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„‰๎‡ฟ๎†Ž๎‡๎†ก๎„ƒ๎‡ƒ๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ†๎‚ ๎„…๎ˆ†๎„ƒ๎‡‹๎ฎโ€œSiapa saja yang memulai melakukan suatu kebaikan lalu kebaikan tersebut ditiru oleh orang lain maka ia diberikan pahala seperti pahala orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun. Sebaliknya, siapa yang yang memulai melakukan perbuatan yang tidak baik lalu ditiru oleh orang lain maka ia diberikan dosa seperti dosa orang yang mengikutinya tanpa kurang sedikit pun.โ€ Secara umum sunnah berarti cara Nabi dalam berbuat ๎‡ฒ๎‡ ๎‡ง, meninggalkan suatu perbuatan ๎‡ญ๎‡‚๎†ซ, menerimanya ๎‡ฑ๎ˆ‚๎†ฆ๎‡ซ, atau menolaknya ๎†ฝ๎‡. Sunnah di sini bukan sinonim dari hadis sebagaimana istilah para ahli hadis atau lawan dari wajib sebagaimana istilah para ahli bidโ€™ah berasal dari bahasa Arab yaitu dari akar kata ๎‡๎†พ๎†ฅ yang berarti melakukan sesuatu yang belum ada contoh sebelumnya. Jadi kata bidโ€™ah menurut bahasa mempunyai makna yang umum, yaitu segala sesuatu yang baru. Makna tersebut berbeda dengan istilah syaraโ€™. Menurut hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Irbadh bin Sรขriyah di atas bahwa bidโ€™ah ialah lawan dari sunnah. Dengan demikian, segala sesuatu yang baru dalam agama Islam jika itu tidak bertentangan dengan sunnah, maka itu tidak termasuk bidโ€™ah. Oleh karena itu, perlu diketahui lebih dulu bagaimana sunnah Nabi dan sunnah Khulafรข al-Rรขsyidรฎn dalam menghadapi segala perkara baru, yang di dalam hadis di atas umat Islam diperintahkan oleh Nabi untuk mengikutinya, sehingga bisa diketahui konsep bidโ€™ah yang sesat. Tanggapan Nabi terhadap Perkara-Perkara Baru Di dalam kitab-kitab hadis terdapat banyak sekali kejadian-kejadian yang menunjukkan kreatifitas para sahabat dalam beribadah. Hal itu dilakukan berdasarkan ijtihad dari masing-masing mereka. Sebagian dari kreasi tersebut ada yang diterima bahkan mendapat pujian dari Nabi Saw karena sesuai dengan ajaran Islam, meskipun ada juga yang ditolak oleh beliau karena bertentangan dengan ajaran Islam. Berikut ini beberapa kejadian tersebut 1. Persetujuan Nabi terhadap penambahan zikir dalam shalat yang dilakukan oleh sahabat ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎†ข๎†Š๎‡ง๎†Ž๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ž๎„‰๎‡ง๎†ก๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„๎ˆ†๎„‰๎‡ซ๎„ƒ๎‡๎„Œ๎‡„๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†ข๎„‹๎‡ผ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎‡ป๎€ƒ๎†ข๎„†๎‡ท๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒˆ๎‚ ๎†ก๎„ƒ๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎†Š๎‡ง๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡‡๎†’๎†—๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ฏ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎„ƒ๎ˆ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ƒˆ๎‚ ๎†ก๎„ƒ๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„‹๎†ฅ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎„„๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎†ก๎„†๎…š๎„‰๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ข๎„†๎†ฆ๎„๎ˆˆ๎†Š๎‡—๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฅ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡๎„…๎‡ป๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎„„๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚Ÿ๎†ข๎††๎‡จ๎†Ž๎‡ป๎†•๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎‚๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„…๎†พ๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎ˆ‡๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„…๎‡”๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎…›๎„‰๎†ฏ๎†ข๎†Š๎‡ด๎†Š๎†ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ฐ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„ƒ๎‡ป๎ˆ๎„„๎‡๎„‰๎†พ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„Œ๎ˆ‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„„๎†ฆ๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ณ๎„‹๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€‘๎ฎ๎‡ฑ๎†ข๎‡ซ๎€ƒ๎‡ฌ๎†„๎†ก๎‡ช๎€ƒ๎€๎‡ฝ๎†ฝ๎†ข๎‡ผ๎‡‡๎†›๎€ƒ๎†ถ๎ˆˆ๎†ธ๎‡๎€ƒ๎ˆ„๎‡ด๎‡Ÿ๎€ƒ๎‡•๎‡‚๎‡‹๎€ƒ๎ˆ…๎‡๎†ข๎†ผ๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€‘๎€ƒAbศ— al-Husayn Muslim bin al-Hajjรขj al-Naisรขbศ—riy, Shahรฎh Muslim Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts, Kitรขb al-Ilm No. 1017. Abdullรขh Mahfศ—z al-Haddรขd, al-Sunnat wa al-Bidah Damaskus Dรขr al-Qalam, 1992 M/1413 H, 28. Ibnu Fรขris, Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah, jilid I 209. Ahmad bin Hanbal, Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, No. 18996. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 Dari Rifรขah bin Rรขfiโ€™ al-Zuraqiy Ra berkata โ€œSuatu hari kami shalat di belakang Nabi Saw. Ketika Nabi bangkit dari rukuโ€™ beliau mengucapkan ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ธ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„‰๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„…๎‡บ lalu seorang laki-laki di belakangnya mengucapkan ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎††๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„†๎†ฆ๎„๎ˆˆ๎†Š๎‡—๎€ƒ๎†ก๎„†๎…š๎„‰๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎‚๎„„๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„‹๎†ฅ๎„ƒ๎‡ . Setelah selesai shalat Nabi bertanya โ€œSiapa yang membaca kalimat tadi?โ€ Laki-laki tadi menjawab saya wahai Rasulullรขh. Nabi bersabda โ€œSungguh saya telah melihat lebih dari tiga puluh Malaikat berebut untuk mencatat kalimat tersebut.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas seorang sahabat perihal zikir ketika shalat. Dalam hal ini, Nabi tidak menyalahkannya. Sebaliknya beliau justru menyampaikan kabar gembira kepada sahabat tersebut, karena hal baru yang dilakukannya itu tidak bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam. 2. Persetujuan Nabi terhadap pengkhususan satu surah yang selalu dibaca oleh sahabat ketika shalat ๎€ƒ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„Š๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎†Ž๎‡†๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎††๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎€ƒ๎„ƒ๎†ถ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ง๎†ก๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎ƒ‡๎‚ ๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎†Œ๎‡ซ๎€ƒ๎„‰๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„Œ๎‡ท๎„„๎†š๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†Ž๎‡๎†ข๎„ƒ๎‡๎„…๎‡ป๎ƒˆ๎ˆ‹๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†Š๎‡ก๎„„๎‡‚๎†’๎‡จ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„‡๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎†’๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„ƒ๎†ถ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ง๎†ก๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„‰๎†ง๎†Š๎ˆ๎„‹๎‡๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎„„๎‡ž๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†—๎€ƒ๎††๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎‚๎†ข๎€ƒ๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Œ๎†Ÿ๎†Ž๎‡„๎„…๎†ด๎„„๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„‹๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎‚๎„‰๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„Œ๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„‰๎‡ฝ๎„‰๎‡€๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„„๎†ถ๎„‰๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‹๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„„๎†ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ธ๎„…๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„Š๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„‹๎‡ท๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Œ๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ท๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†˜๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎ˆ„๎€ƒ๎†ข๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎†ช๎†’๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎‡€๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„‹๎‡ท๎„„๎†™๎†Š๎†—๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎†ฌ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎†ฆ๎„…๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„‰๎‡ฏ๎†Ž๎‡๎†ข๎„ƒ๎†ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†˜๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡‚๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎†ซ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„ƒ๎‡Ÿ๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Š๎‡น๎„…๎ˆ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„„๎‡ป๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฏ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎†ฌ๎„…๎‡ฟ๎†Ž๎‡‚๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎„„๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฃ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„‹๎‡ท๎„„๎†š๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎†Ž๎‡‚๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎‡ด๎„ƒ๎‡”๎†’๎‡ง๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎†Š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ˆ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎„…๎†ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡ถ๎„„๎‡ฟ๎†ข๎พ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎‚๎†Œ๎‡น๎†Š๎ˆ๎†Œ๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎„Š๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ฏ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„‰๎†ง๎„ƒ๎‡๎ˆ‚๎„Œ๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„‰๎‡ฝ๎„‰๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎ˆ๎„„๎‡„๎†Œ๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Œ๎‡ด๎„‰๎‡ธ๎„…๎†ธ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ฎ๎„„๎†ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ธ๎„…๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ญ๎„„๎‡‚๎„„๎‡ท๎†’๎†˜๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„„๎‡ ๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„Œ๎†ฆ๎„‰๎†ท๎†Œ๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎พ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎„‹๎‡ผ๎†Š๎…ช๎†ก๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎†ป๎„…๎†ฝ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ฟ๎†ข๎„‹๎ˆ‡๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„Œ๎†ฆ๎„„๎†ท๎ฎ๎€ƒDari Anas bin Mรขlik ra โ€œAda seorang laki-laki dari kalangan Anshรขr yang selalu menjadi imam di Mesjid Qubรข. Setiap kali menjadi imam dia selalu membaca surah al-ikhlรขs sebelum membaca surah yang lain. Para jamaโ€™ah pun menegurnya Baca surah itu saja atau baca surah yang lain. Ia pun menjawab Saya tidak akan meninggalkan surah tersebut. Jika kalian suka saya akan terus menjadi imam dengan cara tersebut, jika kalian tidak suka saya berhenti jadi imam. Namun mereka tidak mau yang lain menggantikannya karena menurut mereka dia yang paling utama di antara mereka. Ketika Nabi datang bertemu mereka, hal ini disampaikan kepada beliau. Nabi pun bertanya kepada imam tadi โ€œWahai Fulan, alasan apa yang membuat engkau terus membaca surah itu dan tidak menerima permintaan sahabat-sahabatmu?โ€ Dia menjawab Saya suka cinta kepada surah tersebut. Nabi bersabda โ€œCintamu kepada surah tersebut dapat membawamu masuk ke surga.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas sahabat terkait bacaan surah ketika shalat. Dalam hal ini Nabi tidak melarangnya. Pernyataan Nabi โ€œkecintaanmu kepada surah yang selalu dibaca itu bisa membawamu ke surgaโ€ menunjukkan persetujuan Nabi terhadap kreatifitasnya itu. Meski begitu, cara yang selalu dipraktekkan Nabi sunnah tsรขbitah terkait bacaan surah itulah yang lebih utama untuk diikuti dalam Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Adzรขn Bab Mengumpulkan Dua Surah Dalam Satu Rakaโ€™at, No. 774. Ibnu Hajar al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy Beirut Dรขr al-Marifah, 1379 H, jld 2258. Al-Haddรขd, al-Sunnat wa al-Bidah, 35. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah 3. Persetujuan Nabi terhadap kreatifitas para sahabat dalam membuat majlis zikir ๎€ƒ๎„Š๎†จ๎†Š๎‡ฌ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†Œ๎†จ๎„ƒ๎ˆ‡๎†Ž๎ˆ๎†ข๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎„ƒ๎†ฑ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎„๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„„๎†ผ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„Š๎†พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ ๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎ƒˆ๎†…๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡‚๎†Œ๎‡ฏ๎†’๎‡€๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„‰๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฐ๎†’๎‡จ๎„‰๎‡ด๎„…๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†•๎€ƒ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡ธ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„‡๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎ˆ€๎„„๎†ซ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎†Š๎‡ณ๎†Ž๎‡„๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎ˆ†๎„๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎††๎†ฐ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎†Š๎‡ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎„Š๎†จ๎†Š๎‡ฌ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฑ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ธ๎„…๎‡๎†Š๎†—๎พ๎‚Ÿ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ธ๎„ƒ๎‡ป๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ƒˆ๎†…๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡‚๎†Œ๎‡ฏ๎†’๎‡€๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡ต๎†ข๎†Š๎‡ด๎„…๎‡‡๎†Ž๎†œ๎†’๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†ก๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„„๎†พ๎พ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†•๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ญ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ƒŠ๎†…๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„…๎†ฆ๎†Ž๎†ณ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎†ข๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ผ๎„‰๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎††๎†จ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎ˆ€๎„„๎†ซ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†’๎‡จ๎„‰๎‡ด๎„…๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎„…๎†ป๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†Š๎†จ๎†Š๎‡ฐ๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡ถ๎†Œ๎‡ฐ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ฟ๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎„ƒ๎†ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‹๎‡„๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎ƒˆ๎†…๎†ก๎€ƒ๎…๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎ฎ๎€ƒDari Abศ— Saโ€™รฎd al-Khudriyy berkata โ€œMuโ€™awiyah ra melihat satu halaqah di Mesjid, lalu ia bertanya Apa yang mendorong kalian untuk berkumpul? Orang-orang yang ada di halaqah itu menjawab Kami berkumpul di sini untuk berzikir kepada Allah. Muโ€™awiyah mempertegas Sumpah tidak ada niat lain? Demi Allah tidak ada niat yang lain jawab mereka. Kata Muโ€™awiyah Aku meminta kalian bersumpah bukan karena menuduh kalian. Tidak ada yang lebih sedikit punya hadis dibandingkan aku. Sesungguhnya Rasulullรขh Saw pernah melihat satu halaqah di Mesjid, lalu ia bertanya โ€œApa yang mendorong kalian untuk berkumpul?โ€ Orang-orang yang ada di halaqah itu menjawab Kami berkumpul di sini untuk berzikir kepada Allah dan memuji-Nya atas hidayah dan niโ€™mat yang telah diberikan-Nya kepada kami. โ€œSumpah tidak ada niat lain?โ€ Demi Allah tidak ada niat yang lain jawab mereka. Nabi bersabda โ€œSungguh Aku meminta kalian bersumpah bukan karena menuduh kalian, tetapi Jibrรฎl as tadi datang dan memberi kabar kepada saya bahwa Allah Swt membanggakan kalian di hadapan para Malaikat-Nya.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya ijtihad para sahabat dalam membuat perkumpulan untuk berzikir kepada Allah. Perbuatan mereka pun disetujui oleh Nabi bahkan mereka mendapatkan kabar gembira dari Malaikat Jibril bahwa Allah Swt membanggakan mereka di kalangan Malaikat-Nya. Itulah cara sunnah Nabi dalam menanggapi segala perkara baru. Selama itu semua tidak bertentangan dengan dengan nash-nash agama dan tidak menyebabkan mudarat, maka itu tidak termasuk bidโ€™ah yang sesat, apalagi jika itu bersumber dari tuntunan agama meskipun secara umum, misalnya firman Allah ๎€ƒ๎€๎†ฒ๎…ซ๎†ก๎€Œ๎€ƒ๎‡น๎ˆ‚๎†ธ๎‡ด๎‡จ๎†ซ๎€ƒ๎‡ถ๎‡ฐ๎‡ด๎‡ ๎‡ณ๎€ƒ๎…š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎‡ด๎‡ ๎‡ง๎†ก๎ˆ๎€š๎€š๎€‹๎€ƒโ€œKerjakanlah kebaikan agar kamu beruntung.โ€ QS. Al-Hajj 77. ๎€ƒ๎€๎†ง๎‡‚๎‡ฌ๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€Œ๎€ƒ๎†ฉ๎†ก๎…š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎‡ฌ๎†ฆ๎†ฌ๎‡‡๎†ข๎‡ง๎€”๎€—๎€›๎€‹๎€ƒโ€œBerlomba-lombalah kalian dalam kebaikan.โ€ QS. Al-Baqarah 148. ๎†—๎€ƒ๎†ข๎ˆ‡๎€ƒ๎€๎†ฃ๎†ก๎‡„๎†ท๎ˆ‹๎†ก๎€Œ๎€ƒ๎†ก๎…š๎†ฐ๎‡ฏ๎€ƒ๎†ก๎‡‚๎‡ฏ๎†ฟ๎€ƒ๎†…๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ๎‡‚๎‡ฏ๎†ฟ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎‡ผ๎‡ท๎†•๎€ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎‡€๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ข๎ˆ€๎ˆ‡๎€—๎€”๎€‹ โ€œHai orang-orang yang beriman, berzikirlah kepada Allah sebanyak-banyaknya.โ€ QS. Al-Ahzab 41. Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Dzikr, Bab Keutamaan Berkumpul Untuk Membaca al-Qurโ€™an dan Dzikir No. 2701. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 4. Penolakan Nabi terhadap kreatifitas Abศ— Isrรขรฎl ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎†ก๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡…๎†ข๎„‹๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎†ค๎†Œ๎‡˜๎„…๎†ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡‚๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡ถ๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†Š๎†˜๎„ƒ๎‡ˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎†Š๎‡ฒ๎ˆˆ๎„‰๎†Ÿ๎†ก๎„ƒ๎‡‚๎„…๎‡‡๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎†พ๎„„๎‡ ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎…๎‡ฒ๎„‰๎‡œ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€‘๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„…๎‡‚๎„„๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆˆ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎„‰๎‡œ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„…๎†พ๎„„๎‡ ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎„‰๎†ฌ๎„„๎ˆˆ๎†’๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ท๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎‡๎ฎDari Ibnu Abbรขs ra bercerita โ€œKetika Nabi Saw sedang menyampaikan khutbah, ada seorang laik-laki yang sedang berdiri. Lalu Nabi bertanya tentang laki-laki tersebut. Para sahabat menjawab Dia adalah Abศ— Isrรขรฎl. Dia bernadzar puasa sambil berdiri dan tidak duduk, tidak bernaung, dan tidak berbicara. Nabi bersabda โ€œPerintahkan kepadanya untuk berbicara, bernaung, dan duduk, serta selesaikan puasanya.โ€ Di dalam hadis ini, Nabi melarang perbuatan Abศ— Isrรขรฎl yang melakukan puasa namun tidak berbicara, tidak bernaung dari panas matahari, dan tidak duduk. Ijtihadnya ini dilarang oleh Nabi karena dapat menyebabkan kemudaratan. Ibnu Hajar berkomentar Segala sesuatu yang tidak ada petunjuknya dari al-Qurโ€™an atau sunnah jika mendatangkan kemudaratan bagi manusia meskipun tidak langsung seperti berjalan untuk ibadah tanpa alas kaki, atau duduk di bawah terik matahari maka itu tidak termasuk ketaatan kepada Allah, dan nadzar dengan hal itu dianggap tidak Penolakan Nabi terhadap ijtihad Muรขdz bin Jabal ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎„๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎†ด๎„ƒ๎‡‡๎€ƒ๎†Ž๎‡ต๎†ข๎„‹๎‡Œ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎†ˆ๎†ฟ๎†ข๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„‰๎†พ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎ˆ„๎†Š๎‡ง๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„‰๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎พ๎‚Ÿ๎†Œ๎†ฟ๎†ข๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฅ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎†ฌ๎†Š๎‡จ๎„‰๎‡ซ๎†ข๎„ƒ๎‡‡๎†Š๎†˜๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ๎„„๎†พ๎„„๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎†ข๎„‹๎‡Œ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ฎ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎†ฟ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎ƒŠ๎‡ˆ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎„„๎†ฉ๎„…๎†ฝ๎„‰๎†ฝ๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎†ฌ๎†Š๎‡ซ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡˜๎€ƒ๎€๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎พ๎€ƒ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎„„๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†Š๎†ง๎†Š๎†—๎„…๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎„„๎†ฉ๎„…๎‡‚๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†Ž๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎‡ค๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎„„๎†ด๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎„†๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎„†๎‡‚๎„‰๎‡ท๎†•๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ผ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†Ž๎†ณ๎„…๎ˆ๎„ƒ๎‡„๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€โ€ฆ๎ฎ ๎€๎‡ช๎‡ฌ๎†„๎†ก๎€ƒ๎‡ฑ๎†ข๎‡ซ ๎‡ฝ๎…š๎‡ค๎‡ณ๎€ƒ๎†ถ๎ˆˆ๎†ธ๎‡๎€ƒDari Abdullรขh bin Abรฎ Aufรข ra berkata โ€œKetika Muโ€™รขdz ra datang dari Syรขm dia sujud kepada Nabi Saw. Nabi bertanya Ada apa ini wahai Muโ€™รขdz? Muโ€™รขdz menjawab Tatkala saya datang ke negeri Syรขm kebetulan para penduduknya sedang sujud kepada para pendeta dan penguasa, maka aku ingin melakukan yang demikian itu kepadamu wahai Rasศ—lullรขh. Nabi bersabda โ€œJangan lakukan. Kalau aku menyuruh seseorang untuk sujud kepada selain Allรขh maka akan kuperintahkan seorang istri untuk sujud kepada suaminya....โ€ Hadis ini menceritakan adanya keinginan sahabat Nabi Muรขdz bin Jabal untuk sujud kepada Nabi. Keinginannya itu ditolak oleh Nabi karena hal itu bertentangan dengan ajaran Islam yang mengajarkan bahwa sujud hanya dibolehkan kepada Allah Swt. 6. Penolakan Nabi terhadap ijtihad Juairiyah bint al-Hรขrits ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎„ƒ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ช๎„…๎‡ผ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ญ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎…ซ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ป๎„ƒ๎†ฝ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎†ˆ๎†จ๎„ƒ๎‡ธ๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎พ๎€ƒ๎„‰๎†ช๎„…๎‡ธ๎„„๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚Ÿ๎†Ž๎‡†๎„…๎‡ท๎†Š๎†—๎ฎ๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†ช๎†Š๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎‚๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„„๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†—๎€ƒ๎†’๎‡น๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ท๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎‚Ÿ๎†ก๎„†๎†พ๎†Š๎‡ฃ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„…๎†ช๎†Š๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎‚๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎ˆ…๎†Ž๎‡‚๎„‰๎‡˜๎†’๎‡ง๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ง๎ฎDari Juairiyah bint al-Hรขrits ra, โ€œbahwasanya Nabi Saw pernah menemuinya pada hari Jumโ€™at, sedangkan dia Juairiyah sedang berpuasa. Nabi bertanya โ€œApakah kamu berpuasa kemarin? Dia menjawab tidak. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Aymรขn wa al-Nudzศ—r Bab Nadzar Terhadap Sesuatu Yang Tidak Dimiliki dan Dalam Kemaksiatan No. 6704. Al-Asqalรขniy, Fath al-Bรขriy, jld 11 h. 590. Ibnu Mรขjah Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Yazรฎd al-Qazwainiy, Sunan Ibni Mรขjah, tahqรฎq Syuโ€™aib al-Arnรขuth Damaskus Dรขr al-Risรขlah, 2009 M/1430 H, Bab Hak Suami Dari Istri No. 1853. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shaum Bab Puasa pada Hari Jumโ€™at, No. 1986. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah Nabi bertanya lagi โ€œApakah kamu ingin berpuasa besok? Dia menjawab tidak. Sabda Nabi โ€œKalau begitu berbukalah.โ€ Hadis ini menunjukkan adanya kreatifitas umm al-Muโ€™minรฎn Juairiyah bint al-Hรขrits dengan berpuasa pada hari Jumโ€™at tanpa disertai hari sebelumnya atau sesudahnya. Perbuatannya ini dilarang oleh Nabi Saw karena bertentangan dengan hadis sahih yang disepakati oleh Imam al-Bukhรขriy dan Imam Muslim dari Abศ— Hurairah ra. Nabi Saw bersabda ๎พ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎‚๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎†ข๎„†๎‡ท๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ด๎„…๎†ฆ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎†ฅ๎ฎโ€œJanganlah seseorang diantara kalian berpuasa pada hari Jumโ€™at kecuali desertai dengan puasa sebelumnya Kamis atau sesudahnya Sabtu.โ€ ๎พ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„Œ๎‡๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎†ผ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†จ๎†Š๎‡ด๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎„„๎†ด๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ต๎†ข๎„ƒ๎ˆˆ๎„‰๎‡ฌ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎ˆ†๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎ˆˆ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ข๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†ก๎ˆ‚๎„Œ๎‡๎„„๎†ผ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎„„๎†ด๎†’๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ต๎†ข๎„ƒ๎ˆˆ๎„‰๎‡๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†˜๎†’๎‡ณ๎†ก๎‚๎†Ž๎‡ต๎†ข๎„‹๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„„๎‡ท๎ˆ‚๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎ฎโ€œJanganlah kamu khususkan malam Jumโ€™at dengan shalat sunat dan jangan pula kamu khususkan hari Jumโ€™at dengan berpuasa kecuali berbetulan dengan puasa wajib atau sunat yang dikerjakan pada hari itu.โ€ 7. Penolakan Nabi terhadap perbuatan Zainab binti Jahsy ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡†๎„ƒ๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ป๎„ƒ๎†ฝ๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎†ฝ๎ˆ๎„„๎†พ๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡บ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎†Ž๎‡๎†ข๎„‹๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎พ๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎‚Ÿ๎†Œ๎‡ฒ๎„…๎†ฆ๎†Š๎…ซ๎†ก๎€ƒ๎ฎ๎†ก๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎‡„๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†ฉ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎‚๎„…๎†ช๎†Š๎‡ฌ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€๎พ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎ˆ‚๎…Ž๎‡ด๎„„๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡ฒ๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆˆ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎†Š๎‡—๎†ข๎„ƒ๎‡Œ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†พ๎„„๎‡ ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ด๎†Š๎‡ง๎ฎ๎€ƒDari Anas bin Mรขlik ra berkata โ€œKetika Nabi Saw masuk mesjid tiba-tiba ada tali yang terikat di antara dua tiang. Nabi bertanya apa ini? Para sahabat menjawab itu milik Zainab ra yang digunakannya untuk berpegang apabila ia lelah shalat. Nabi bersabda โ€œJangan seperti itu, lepaskan tali itu. Lakukanlah shalat semampu kalian ketika kuat, jika lelah duduklah istirahat.โ€ Dalam hadis ini Nabi melarang ijtihad atau kesungguhan yang berlebihan dalam beribadah, karena itu bisa menimbulkan masyaqqah atau mudarat, di samping juga bertentangan dengan hadis Nabi ๎พ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„„๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎„…๎†พ๎†Œ๎‡ซ๎„…๎‡‚๎„ƒ๎ˆˆ๎†’๎‡ด๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„ƒ๎‡ฟ๎†’๎‡€๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Œ๎‡ฏ๎„ƒ๎†พ๎„ƒ๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎‡†๎„‰๎‡Ÿ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„‰๎‡จ๎„…๎‡ค๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎†ค๎„„๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ˆ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ป๎ฎโ€œJika salah seorang di antara kamu ngantuk ketika shalat maka tidurlah sampai hilang rasa ngantuknya, sebab jika kamu shalat dalam keadaan ngantuk barangkali bisa mencela diri sendiri mendoโ€™akan tidak baik padahal ingin minta ampun.โ€ Selain hadis-hadis di atas masih banyak lagi hadis-hadis yang menunjukkan bagaimana sikap Nabi dalam menanggapi setiap perkara baru yang dilakukan oleh para sahabat. Jika perkara baru itu sesuai dengan ajaran Islam maka disetujui dan diterima oleh Nabi, bahkan dalam beberapa kasus mendapatkan apresiasi dari para Malaikat atau kabar gembira berupa surga atau keridaan Allah Swt terhadap amal tersebut, meskipun Nabi sendiri belum pernah melakukannya Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shaum Bab Puasa pada Hari Jumโ€™at, No. 1985. Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Shaum Bab Makruh Berpuasa Hanya Pada Hari Jumโ€™at, No. 1148. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Tahajjud No. 1150. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Wudhศ— No. 212. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 atau memerintahkannya secara khusus, namun amal tersebut masuk dalam dalil umum dari al-Qurโ€™an atau hadis yang memerintahkan untuk memperbanyak melakukan kebaikan. Sebaliknya, jika hal baru itu bertentangan dengan ajaran Islam misalnya bertentangan dengan akidah Islam seperti kasus Muรขdz ra, atau menyebabkan kemudaratan dengan menyiksa diri seperti kasus Abศ— Isrรขรฎl, atau berlebihan sehingga menimbulkan masyaqqah seperti kasus umm al-muโ€™minรฎn Zainab ra maka itu ditolak oleh Nabi, dan itulah yang termasuk bidโ€™ah yang sesat. Pandangan Khulafรข Al-Rรขsyidรฎn terhadap Perkara-Perkara Baru Di dalam hadis Irbรขdh bin Sรขriyah di atas Nabi juga berpesan agar umat Islam berpegang kepada sunnah khulafรข al-rรขsyidรฎn. Sikap khulafรข al-rรขsyidรฎn dan para sahabat lainnya juga sama seperti sikap Nabi. Hal itu disebabkan karena mereka sangat mengikuti sunnah cara Nabi dalam setiap perbuatan, termasuk dalam hal menanggapi segala perkara baru yang terjadi di masa mereka. Berikut ini beberapa contoh tersebut 1. Ijtihad Umar ra dan persetujuan Abศ— Bakar terhadap pembukuan al-Qurโ€™an ๎‡บ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†พ๎„…๎ˆ‡๎‡ƒ๎€ƒ๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†ช๎†Ž๎†ฅ๎†ข๎†Š๎†ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„ˆ๎ˆ…๎†Ž๎‡๎†ข๎„ƒ๎‡๎„…๎‡ป๎ƒˆ๎ˆ‹๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎†ก๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‹๎‡ธ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ค๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„…๎†ท๎„ƒ๎ˆ‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎‡‡๎„…๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎ˆ†๎†Š๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฒ๎„…๎‡ฟ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ท๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎ˆˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎†ข๎„ƒ๎†ซ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„…๎†ฌ๎†Š๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†พ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡‚๎„ƒ๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡‡๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ท๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎ˆˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ข๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎ˆ†๎„๎‡ป๎€ƒ๎ˆ„๎„ƒ๎‡Œ๎„…๎†ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡‚๎„‰๎†ธ๎„ƒ๎†ฌ๎„…๎‡ˆ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„…๎†ฌ๎†Š๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎‚ ๎†ก๎„‹๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ข๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎‚๎†Ž๎‡บ๎„‰๎‡—๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ค๎„ƒ๎‡ฟ๎†’๎‡€๎„ƒ๎ˆˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎…š๎„‰๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ข๎…๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ฝ๎ˆ‚๎„„๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ด๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡๎†Š๎†˜๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ด๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€…๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎†ช๎†’๎‡ด๎†Œ๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡ ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€๎พ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฆ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡ง๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ข๎††๎† ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„‡๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡ฑ๎„ƒ๎‡„๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ผ๎„„๎‡ ๎†Ž๎†ณ๎†ก๎„ƒ๎‡‚๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎ˆˆ๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ต๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‰๎‡ณ๎†Š๎‡€๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎ˆ‡๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎‡€๎…๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆƒ๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎‚๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†พ๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎‡ƒ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†ช๎†Ž๎†ฅ๎†ข๎†Š๎†ฏ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ฝ๎„ƒ๎†พ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎‡†๎„‰๎‡ณ๎†ข๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎‚๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฎ๎„‹๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„Ž๎†ฃ๎†ข๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎‚๎†ˆ๎‡ฒ๎„‰๎‡ซ๎†ข๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ฎ๎„„๎‡ธ๎†Ž๎ˆ€๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎พ๎€ƒ๎„ƒ๎†ช๎„…๎‡ผ๎†Œ๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ค๎„„๎†ฌ๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„…๎†ท๎„ƒ๎ˆ‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎ˆ‚๎„„๎‡‡๎„ƒ๎‡‚๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎ฎ๎‚๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ž๎„‹๎†ฆ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ณ๎†ข๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ผ๎†Š๎‡จ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎†’๎‡ฌ๎„ƒ๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡ฒ๎„ƒ๎†ฆ๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎†ข๎„ƒ๎†ฆ๎„‰๎…ช๎†ก๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎†Š๎‡ฌ๎†’๎†ฏ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎ˆ†๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎†ข๎„‹๎‡ธ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎‡ป๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ž๎„…๎‡ธ๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎†’๎‡ด๎†Œ๎‡ซ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ฆ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡น๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎†ข๎††๎† ๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†’๎‡ด๎„ƒ๎‡ ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„Œ๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„‡๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†’๎‡ฑ๎„ƒ๎‡ƒ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„„๎‡ ๎†Ž๎†ณ๎†ก๎„ƒ๎‡๎†Œ๎†—๎€ƒ๎ˆ„๎„‹๎†ฌ๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ต๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ…๎†Ž๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎‡€๎…๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ต๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡‹๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡๎„…๎†พ๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ธ๎†Œ๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ ๎„‹๎†ฆ๎„ƒ๎†ฌ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†•๎„…๎‡‚๎†Œ๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„„๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ณ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ซ๎„๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡ฅ๎†ข๎„ƒ๎†ฌ๎†’๎‡ฏ๎ƒˆ๎ˆ‹๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†ค๎„„๎‡ˆ๎„„๎‡ ๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡๎ˆ๎„„๎†พ๎„„๎‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฑ๎†ข๎„ƒ๎†ณ๎„๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€‘Hadis ini menceritakan adanya sesuatu yang baru yang belum pernah dilakukan oleh Nabi, yaitu pembukuan al-Qurโ€™an dalam satu mushaf. Ide ini pada awalnya muncul dari Umar ra dan pada akhirnya disetujui oleh Khalรฎfah Rasศ—lillรขh Abศ— Bakar ra dan Kรขtib al-Wahyi Zaid bin Tsรขbit dan sahabat-sahabat lainnya. Ini menunjukkan bahwa perkara baru, jika merupakan kebaikan sebagaimana yang dikatakan Umar ra โ€œ ๎ฎ๎ซ๎€ƒ๎ฏŒ๎ญ๎€ƒ๎Žฎ๎ด๎Žง โ€ maka itu tidak sesat. Sebaliknya, itu merupakan sunnah mustanbathah dari cara sunnah Nabi Saw. 2. Ijtihad Umar ra dan ijmรข sahabat terhadap shalat tarawih berjamaโ€™ah ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ท๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†พ๎„…๎†ฆ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„๎ˆ…๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„‹๎‡ป๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎†ณ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ž๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†ฃ๎†ข๎…๎‡˜๎†Š๎…ฌ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎†Š๎‡ด๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎„ƒ๎‡”๎„ƒ๎‡ท๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ณ๎†Ž๎†›๎€ƒ๎‚๎„‰๎†พ๎†Ž๎†ด๎„…๎‡ˆ๎†Š๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†ฟ๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‡๎‡๎†ก๎„ƒ๎‡ƒ๎„…๎ˆ๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎†Œ๎‡ซ๎„๎‡‚๎†Š๎‡จ๎„ƒ๎†ฌ๎„„๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡พ๎ƒŠ๎‡ˆ๎†’๎‡จ๎„ƒ๎‡ผ๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„„๎†ณ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎ˆ†๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆˆ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„‰๎†ซ๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎‡๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†Œ๎‡–๎„…๎‡ฟ๎„‹๎‡‚๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎พ๎€ƒ๎€๎ˆ†๎„๎‡ป๎†Ž๎†›๎€ƒ๎ˆƒ๎„ƒ๎‡๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎ˆ‚๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎†ณ๎€ƒ๎€ƒ๎ƒŠ๎‚ ๎†Š๎ˆ๎„„๎†š๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎†๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎‚๎„Š๎†พ๎„‰๎†ท๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฐ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎†Š๎†ฐ๎„…๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎‡ต๎„ƒ๎‡„๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎„„๎ˆ€๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎†ด๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„๎ˆ†๎„ƒ๎†ฅ๎†Œ๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎†‰๎†ค๎„…๎‡ ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„‹๎‡ถ๎†Œ๎†ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎†ช๎„…๎†ณ๎„ƒ๎‡‚๎„ƒ๎†ป๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„ƒ๎‡ ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎††๎†จ๎†Š๎‡ด๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎ˆƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎†ป๎†Œ๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎…Ž๎‡ด๎„ƒ๎‡๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†ง๎†Š๎ˆ๎„ƒ๎‡๎†Ž๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„…๎‡ถ๎†Ž๎ˆ€๎„‰๎†Ÿ๎†Ž๎‡๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡‚๎„ƒ๎‡ธ๎„„๎‡Ÿ๎พ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎„…๎‡ ๎†Ž๎‡ป๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎†จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎„…๎†พ๎†Ž๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„‰๎‡ฝ๎„‰๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎…๎‡ณ๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎†ข๎„ƒ๎‡ผ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„ƒ๎‡”๎†’๎‡ง๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎†ฌ๎…๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ฎ๎€ƒ๎„„๎†พ๎ˆ‡๎†Ž๎‡‚๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„‰๎†ป๎†•๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฒ๎„…๎ˆˆ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡…๎†ข๎„‹๎‡ผ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎ˆ‚๎„„๎‡ท๎ˆ‚๎†Œ๎‡ฌ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎†Š๎‡ณ๎„‹๎ˆ๎†Š๎†—๎€‘Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Tafsรฎr al-Qurโ€™รขn No. 4679. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Bab Keutamaan Orang Yang Shalat Di Bulan Ramadhan No. 2010. MUHAMMAD ARABY Menelisik Konsep Bidโ€™ah Hadis ini menceritakan adanya kreatifitas dalam shalat tarawih yang disampaikan oleh Umar bin al-Khaththรขb ra, yaitu shalat tarawih secara berjamaโ€™ah. Padahal pada masa Nabi hal itu tidak pernah dipraktekkan. Pendapat Umar ini pun disetujui oleh para sahabat sehingga mereka shalat tarawih dengan berjamaโ€™ah yang diimami oleh Ubay bin Kaab ra. 3. Ijtihad Utsmรขn ra perihal penambahan adzan Jumโ€™at ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎†ค๎„‰๎†Ÿ๎†ข๎„‹๎‡ˆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎‚๎„ƒ๎†พ๎ˆ‡๎†Ž๎‡„๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ…๎„‰๎‡€๎…๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎†ฝ๎†ก๎„ƒ๎‡ƒ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†ฟ๎†’๎†˜๎„‹๎†ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†ฎ๎„‰๎‡ณ๎†ข๎…๎†ฐ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡น๎†ข๎„ƒ๎‡ธ๎†’๎†ฐ๎„„๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎…๎‡จ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡“๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎…๎‡ด๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎‚๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎…›๎„‰๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎†Œ๎†ฐ๎†Š๎‡ฏ๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฒ๎„…๎‡ฟ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ผ๎ˆ‡๎„‰๎†พ๎†Š๎…ญ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡ถ๎†Š๎‡ณ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎†Œ๎‡ฐ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„๎ˆ†๎†Ž๎†ฆ๎„‹๎‡ผ๎‡ด๎„‰๎‡ณ๎€ƒ๎ˆ„๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡๎€ƒ๎€ƒ๎ƒ‰๎†…๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎‡พ๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ถ๎…๎‡ด๎„ƒ๎‡‡๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†ˆ๎‡น๎…๎†ฟ๎„ƒ๎†š๎„„๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡‚๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ฃ๎€ƒ๎‚๎„Š๎†พ๎„‰๎†ท๎†ก๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฏ๎„ƒ๎ˆ๎€ƒ๎†Š๎‡น๎†ข๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡บ๎ˆ‡๎„‰๎†ฟ๎†’๎†˜๎„‹๎†ฌ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡ต๎„…๎ˆ‚๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„‰๎†จ๎„ƒ๎‡ ๎„„๎‡ธ๎†Œ๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎…›๎„‰๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡†๎„‰๎‡ด๎„…๎†ด๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡ต๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎ƒŠ๎ˆ๎†ก๎€ƒ๎€‘๎ˆ†๎†Ž๎‡ผ๎„…๎‡ ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡‚๎„ƒ๎†ฆ๎„…๎‡ผ๎„‰๎…ญ๎†ก๎€‘Dari hadis ini diketahui bahwa Utsmรขn bin Affรขn ra telah menambahkan adzan pada hari Jumโ€™at, yaitu adzan yang pertama. Padahal, sebelumnya adzan hanya dua kali yaitu adzan dan Iqamah. Ijtihad ini dilakukannya karena banyaknya umat Islam di Madinah waktu itu, sehingga perlu untuk dipanggil ke Mesjid melalui adzan Penolakan Abศ— Bakar terhadap wanita muslimah yang melaksanakan haji dengan tidak berbicara ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡†๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡บ๎„…๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ†๎†Ž๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎‚๎†‰๎‡ต๎†Ž๎‡ƒ๎†ข๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎€๎€ƒ๎†Š๎‡ฒ๎„ƒ๎†ป๎„ƒ๎†ฝ๎€ƒ๎ˆ‚๎„„๎†ฅ๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†‰๎‡‚๎†’๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฅ๎€ƒ๎ˆ„๎†Š๎‡ด๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎€ƒ๎„Š๎†ง๎†Š๎†—๎„ƒ๎‡‚๎„…๎‡ท๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„ƒ๎‡ธ๎„…๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎€ƒ๎†Œ๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎„„๎ˆ‡๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎‚๎„„๎†ค๎„ƒ๎‡ผ๎„…๎ˆ‡๎„ƒ๎‡ƒ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ฟ๎†•๎„ƒ๎‡‚๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎‚๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ฌ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎‚Ÿ๎„„๎‡ถ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎ˆ‚๎†Œ๎‡ณ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎†ก๎€ƒ๎€๎€ƒ๎„…๎†ช๎„‹๎†ด๎„ƒ๎†ท๎€ƒ๎‚๎††๎†จ๎„ƒ๎†ฌ๎„‰๎‡ธ๎„…๎‡๎„„๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎‡ฑ๎†ข๎†Š๎‡ซ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎ˆ€๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€๎‚๎ˆ†๎„‰๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ซ๎€ƒ๎€ƒ๎…๎‡น๎†Ž๎†œ๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎ˆ๎€ƒ๎‚๎…Ž๎‡ฒ๎„‰๎†ธ๎„ƒ๎ˆ‡๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Ž๎‡ฒ๎„ƒ๎‡ธ๎„ƒ๎‡Ÿ๎€ƒ๎‚๎„‰๎†จ๎„‹๎ˆˆ๎„‰๎‡ด๎„‰๎‡ฟ๎†ข๎†Š๎…ช๎†ก๎€ƒ๎€ƒ๎„…๎†ช๎„ƒ๎‡ธ๎…๎‡ด๎†Š๎‡ฐ๎„ƒ๎†ฌ๎†Š๎‡ง ๎€‘๎€‘๎€‘๎€ƒDalam hadis ini disebutkan bahwa ada seorang perempuan yang tidak mau berbicara ketika melaksanakan ibadah haji. Abศ— Bakar kemudian menegurnya dan menyuruhnya agar berbicara, karena perbuatannya tadi merupakan kebiasaan orang-orang jahiliyah, sehingga ia pun berbicara. Penutup Term bidโ€™ah secara bahasa berarti sesuatu yang baru. Makna secara bahasa inilah yang dimaksud oleh Amรฎr al-Muโ€™minรฎn Umar bin al-Khaththรขb ra dalam perkataannya๎€ƒ โ€œ๎‡ฝ๎‡€๎‡ฟ๎€ƒ๎†จ๎‡Ÿ๎†พ๎†ฆ๎‡ณ๎†ก๎€ƒ๎†ช๎‡ธ๎‡ ๎‡ปโ€ ketika menyaksikan jamaโ€™ah shalat tarawih di Madinah. Dengan makna bahasa ini juga para ulama membagi bidโ€™ah kepada bidโ€™ah hasanah dan bidโ€™ah qabรฎhah seperti klasifikasi imam al-Syรขfiโ€™i, atau klasifikasi Izz al-Dรฎn Ibn Abd al-Salรขm yang membagi bidโ€™ah kepada bidโ€™ah wajib, sunat, mubah, makruh, dan haram. Adapun bidโ€™ah yang dimaksud Nabi sesat di dalam hadisnya ialah bidโ€™ah dalam pengertian syaraโ€™. Bidah syariyyah ialah suatu perkara dalam masalah agama yang bertentangan dengan ajaran Islam. Makna ini dengan jelas dapat dipahami dari hadis Nabi yang diriwayatkan oleh umm al-muโ€™minรฎn Aisyah ra ๎พ๎€ƒ๎„…๎‡บ๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎†Š๎†ญ๎„ƒ๎†พ๎„…๎†ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎ˆ†๎„‰๎‡ง๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ป๎†Ž๎‡‚๎„…๎‡ท๎†Š๎†—๎€ƒ๎†ก๎†Š๎‡€๎„ƒ๎‡ฟ๎€ƒ๎†ข๎„ƒ๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎‡†๎„…๎ˆˆ๎†Š๎‡ณ๎€ƒ๎€ƒ๎„„๎‡พ๎„…๎‡ผ๎„‰๎‡ท๎€ƒ๎€ƒ๎„ƒ๎ˆ‚๎„„๎ˆ€๎†Š๎‡ง๎€ƒ๎€ƒ๎„Ž๎†ฝ๎„ƒ๎‡๎ฎDalam hadis ini disebutkan bahwa perkara baru dalam masalah agama yang tidak ada asal atau sumbernya dari agama itu tertolak. Dengan demikian, jika hal baru itu bukan masalah agama, misalnya masalah dunia maka itu tidak tertolak. Begitu juga jika hal baru dalam masalah agama namun berasal dari petunjuk atau dalil agama baik al-Qurโ€™an atau hadis maka itu juga tidak tertolak. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Jumuah Bab Muadzdzin Pada Hari Jumโ€™at No. 913. Lihat Abศ— al-Abbรขs Ahmad bin Muhammad bin Abรฎ Bakar al-Qustullรขniy, Irsyรขd al-Sรขriy Mesir Maktabat al-Amรฎriyyah, 1323 H, jld II 178. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb Manรขqib al-Anshรขr Bab Kejadian-Kejadian Masa Jahiliyah No. 3834. Al-Bukhรขriy, Shahรฎh al-Bukhรขriy, Kitรขb al-Shulh No. 2697 dan Muslim bin al-Hajjรขj, Shahรฎh Muslim, Kitรขb al-Aqdiyyah No. 1718. Ilmu Ushuluddin Vol. 15, No. 1 Makna di atas menjadi lebih jelas dengan sikap Nabi dan para sahabat sesudahnya dalam menghadapi setiap hal baru. Ternyata tidak semuanya ditolak atau dianggap sesat. Jika hal baru itu sesuai dengan ajaran Islam, meskipun sumbernya dari dalil atau petunjuk yang umum dan Nabi tidak pernah mengerjakannya dan juga tidak pernah memerintahkan secara khusus, maka itu tidak termasuk bidโ€™ah. Apalagi jika hal baru itu merupakan suatu kebaikan dan kemaslahatan. Sebaliknya, jika hal baru itu bertentangan dengan ajaran Islam, seperti bertentangan dengan akidah Islam, atau bisa menyebabkan kemudaratan, atau berlebihan yang menyebabkan masyaqqah, maka itulah yang dinamakan bidโ€™ah, yang di dalam hadis Nabi disebut sesat. [ ] DAFTAR PUSTAKA Al-Asqalรขniy, Ahmad bin Aliy bin Hajar. Fath al-Bรขriy. Beirut Dรขr al-Marifah. 1379 H. Al-Bukhรขriy, Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Ismรขรฎl. Shahรฎh al-Bukhรขriy. Damaskus Dรขr Thauq al-Najรขh. 1422 H. Al-Haddรขd, Abdullรขh Mahfศ—z. al-Sunnat wa al-Bidah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 H. Al-Naisรขbศ—riy, Abศ— al-Husayn Muslim bin al-Hajjรขj. Shahรฎh Muslim. Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts. Al-Nawรขwiy, Muhyi al-Dรฎn Yahyรข bin Syaraf. al-Minhรขj fรฎ Syarh Shahรฎh Muslim bin al-Hajjรขj. Beirut Dรขr Ihyรข al-Turรขts al-Arabiy. 1392 H. Al-Qaradhawiy, Yศ—suf. al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah Wahbah. 1991 M/1411 H. Al-Qazwainiy, Ibnu Mรขjah Abศ— Abdillรขh Muhammad bin Yazรฎd. Sunan Ibni Mรขjah, tahqรฎq Syuโ€™aib al-Arnรขuth. Damaskus Dรขr al-Risรขlah. 2009 M/1430 H. Al-Qustullรขniy, Abศ— al-Abbรขs Ahmad bin Muhammad bin Abรฎ Bakar. Irsyรขd al-Sรขriy. Mesir Maktabat al-Amรฎriyyah. 1323 H. Al-Rรขziy, Abศ— al-Husayn Ahmad bin Fรขris. Mujam Maqรขyรฎs al-Lughah. Beirut Dรขr al-Fikr. 1979 M/1399 H. Al-Syaibรขniy, Abศ— Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syuaib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah. 2001 M/1421 H. Al-Syaqรฎriy, Muhammad Abd al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtadaโ€™รขt al-Mutaโ€™alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press. 2005. ... Begitupun juga sebaliknya. Araby, 2016 Untuk menghindar dari bid"ah yang sesat bid"ah sayyiah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan di dalam mengkaji nash sehingga dipoeroleh makna yang benar dan maslahat. Hal-hal itu adalah sebagai berikut ...RuslanRasyidah ZainuddinKeragaman pemahamanan keagamaan merupakan bagian dari realitas sosial yang diakibatkan oleh perbedaan metode dalam menafsirkan teks-teks suci agama. Salah satu konsep dalam Islam yang selalu menuai kontroversi interpretasi adalah istilah Bidโ€™ahโ€ yang kemudian berujung pada lahirnya beragam perilaku beragama di kalangan umat muslim sendiri. Artikel ini mengkaji secara konsepsional mengkaji variasi interpretasi terhadap istilah Bidโ€™ahโ€™ sebagai awal mula munculnya variasi beragama di kalangan umat muslim khususnya di Indonesia. Artikel ini menggunakan kajian literatur teks keagamaan Islam yaitu A-Qurโ€™an dan Hadits terkait konsep Bidโ€™ah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbedaan paradigma berpikir dalam memahami dan menginterpretasi teks-teks suci agama berdampak terhadap perilaku beragama. Unsur-unsur perbedaan paradigma tersebut antara lain aspek historis ayat dan hadits, aspek sosial dan budaya lokalitas, aspek linguistikHayyan Ahmad Ulul AlbabMuhammad AsroriMohammad LuthfillahPemahaman bidโ€™ah menjadi sebuah perbedaan yang harus diluruskan. Perbedaan itu terkungkung pada kata-kata sesat dan tidak sejalan dengan Nabi SAW. Padahal pemahaman yang dangkal tersebut bisa diatasi dengan cara membaca secara mendalam konsep bidโ€™ah. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi pemahaman mahasiswa tentang bidโ€™ah dan mengeksplorasi makna bidโ€™ah yang sesuai dengan ahlussunnah wal jamaah an nahdliyah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini dengan pendekatan kualitatif dengan jenis studi kasus. Teknik pengumpulan datanya dengan Observasi, dan Wawancara. Analisis penelitiannya menggunakan lima-tahap siklus analisis data kualitatif yaitu 1 Compiling 2 Disassembling, 3 Reassembling and Arraying, 4 Interpreting and 5 Concluding. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa Pemahaman konsep bidโ€™ah mahasiswa secara umum telah sampai pada istilah sesuatu yang baru yang tidak ada di zaman Rasulullah SAW. Istilah tersebut tentunya ditambahkan dengan pemahaman lain tentang bidโ€™ah hasanah dan bidah dholalah. Kedua macam bidโ€™ah telah dipahami mahasiswa sebagai sesuatu yang baru dan tidak menyalahi syariat Islam masuk pada bidโ€™ah hasanah, sementara itu bidโ€™ah dholalah diartikan mereka sebagai sesuatu yang baru yang menyalahi atau bertentangan dengan syariat bin 'Aliy bin HajarAl-' AsqalรขniyAl-'Asqalรขniy, Ahmad bin 'Aliy bin Hajar. Fath al-Bรขriy. Beirut Dรขr al-Ma'rifah. 1379 li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah WahbahYศ—suf Al-QaradhawiyAl-Qaradhawiy, Yศ—suf. al-Madkhal li Dirรขsat al-Sunnat al-Nabawiyyah. Kairo Maktabah Wahbah. 1991 M/1411 Ahmad bin Muhammad bin Hanbal Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syu'aib al-Arnรขuth etAl-SyaibรขniyBeirutAl-Syaibรขniy, Abศ— 'Abdillรขh Ahmad bin Muhammad bin Hanbal. Musnad al-Imรขm Ahmad bin Hanbal, tahqรฎq Syu'aib al-Arnรขuth Beirut Muassat al-Risรขlah. 2001 M/1421 al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtada'รขt al-Muta'alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber etMuhammad ' Al-SyaqรฎriyAl-Syaqรฎriy, Muhammad 'Abd al-Salรขm Khadir. al-Sunan wa al-Mubtada'รขt al-Muta'alliqat bi al-Adzkรขr wa al-Shalawรขt, terj. Achmad Munir Awood Badjeber Jakarta Qisthi Press. Mahfศ—z. al-Sunnat wa al-Bid'ah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 HAl-HaddรขdAl-Haddรขd, 'Abdullรขh Mahfศ—z. al-Sunnat wa al-Bid'ah. Damaskus Dรขr al-Qalam. 1992 M/1413 H.
Bukhari Sesungguhnya ucapan yang paling benar adalah Kitabullah, dan sebaik-baik jalan hidup ialah jalan hidup Muhammad, sedangkan seburuk-buruk urusan agama ialah yang diada-adakan. Tiap-tiap yang diada-adakan adalah bid'ah, dan tiap bid'ah adalah sesat, dan tiap kesesatan (menjurus) ke neraka. (HR. Dalam kitab Risalah Ahlussunnah wal Jamaโ€™ah karya Hadratusy Syeikh Hasyim Asyโ€™ari, istilah "bidโ€™ah" ini disandingkan dengan istilah "sunnah". Seperti dikutip Hadratusy Syeikh, menurut Syaikh Zaruq dalam kitab Uddatul Murid, kata bidโ€™ah secara syaraโ€™ adalah munculnya perkara baru dalam agama yang kemudian mirip dengan bagian ajaran agama itu, padahal bukan bagian darinya, baik formal maupun hakekatnya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah SAW,โ€ Barangsiapa memunculkan perkara baru dalam urusan kami agama yang tidak merupakan bagian dari agama itu, maka perkara tersebut tertolakโ€. Nabi juga bersabda,โ€Setiap perkara baru adalah bidโ€™ahโ€. Menurut para ulamaโ€™, kedua hadits ini tidak berarti bahwa semua perkara yang baru dalam urusan agama tergolong bidah, karena mungkin saja ada perkara baru dalam urusan agama, namun masih sesuai dengan ruh syariโ€™ah atau salah satu cabangnya furuโ€™. Bidโ€™ah dalam arti lainnya adalah sesuatu yang baru yang tidak ada sebelumnya, sebagaimana firman Allah ุจูŽุฏููŠู’ุนู ุงู„ุณู‘ูŽู…ูˆุชู ูˆูŽุงู’ู„ุงูŽุฑู’ุถู โ€œAllah yang menciptakan langit dan bumiโ€. Al-Baqarah 2 117. Adapun bidโ€™ah dalam hukum Islam ialah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulamaโ€™ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. Timbul suatu pertanyaan, Apakah segala sesuatu yang diada-adakan oleh ulamaโ€™ yang tidak ada pada zaman Nabi SAW. pasti jeleknya? Jawaban yang benar, belum tentu! Ada dua kemungkinan; mungkin jelek dan mungkin baik. Kapan bidโ€™ah itu baik dan kapan bidโ€™ah itu jelek? Menurut Imam Syafiโ€™i, sebagai berikut; ุงูŽู„ู’ุจูุฏู’ุนูŽุฉู ูุจุฏู’ุนูŽุชูŽุงู†ู ู…ูŽุญู’ู…ููˆู’ุฏูŽุฉูŒ ูˆูŽู…ูŽุฐู’ู…ููˆู’ู…ูŽุฉูŒ, ููŽู…ูŽุงูˆูŽุงููŽู‚ูŽ ุงู„ุณู‘ูู†ู‘ูŽุฉูŽ ู…ูŽุญู’ู…ููˆู’ุฏูŽุฉูŒ ูˆูŽู…ูŽุงุฎูŽุงู„ูŽููŽู‡ูŽุง ููŽู‡ููˆูŽ ู…ูŽุฐู’ู…ููˆู’ู…ูŽุฉูŒ โ€œBidโ€™ah ada dua, bidโ€™ah terpuji dan bidโ€™ah tercela, bidโ€™ah yang sesuai dengan sunnah itulah yang terpuji dan bidโ€™ah yang bertentangan dengan sunnah itulah yang tercelaโ€. Sayyidina Umar Ibnul Khattab, setelah mengadakan shalat Tarawih berjamaโ€™ah dengan dua puluh rakaโ€™at yang diimami oleh sahabat Ubai bin Kaโ€™ab beliau berkata ู†ูุนู’ู…ูŽุชู ุงู’ู„ุจูุฏู’ุนูŽุฉู ู‡ุฐูู‡ู โ€œSebagus bidโ€™ah itu ialah iniโ€. Bolehkah kita mengadakan Bidโ€™ah? Untuk menjawab pertanyaan ini, marilah kita kembali kepada hadits Nabi SAW. yang menjelaskan adanya Bidโ€™ah hasanah dan bidโ€™ah sayyiah. ู…ูŽู†ู’ ุณูŽู†ู‘ูŽ ููู‰ ุงู’ู„ุงูุณู’ู„ุงูŽู…ู ุณูู†ู‘ูŽุฉู‹ ุญูŽุณูŽู†ูŽุฉู‹ ููŽู„ูŽู‡ู ุฃูŽุฌู’ุฑูู‡ูŽุง ูˆูŽุฃูŽุฌู’ุฑู ู…ูŽู†ู’ ุนูŽู…ูู„ูŽ ุจูู‡ูŽุง ู…ูู†ู’ ุบูŽูŠู’ุฑู ุงูŽู†ู’ ูŠูŽู†ู’ู‚ูุตูŽ ู…ูู†ู’ ุฃูุฌููˆู’ุฑูู‡ูู…ู’ ุดูŽูŠู’ุฆู‹ุง ูˆูŽู…ูŽู†ู’ ุณูŽู†ู‘ูŽ ููู‰ ุงู’ู„ุงูุณู’ู„ุงูŽู…ู ุณูู†ู‘ูŽุฉู‹ ุณูŽูŠูุฆูŽุฉู‹ ููŽุนูŽู„ูŽูŠู’ู‡ู ูˆูุฒู’ุฑูู‡ูŽุงูˆูŽูˆูุฒู’ุฑู ู…ูŽู†ู’ ุนูŽู…ูู„ูŽ ุจูู‡ูŽุง ู…ูู†ู’ ุบูŽูŠู’ุฑูุงูŽู†ู’ ูŠูŽู†ู’ู‚ูุตูŽ ู…ูู†ู’ ุฃูŽูˆู’ุฒูŽุงุฑูู‡ูู…ู’ ุดูŽูŠู’ุฆู‹ุง. ุงู„ู‚ุงุฆู‰, ุฌ 5ุต 76. โ€œBarang siapa yang mengada-adakan satu cara yang baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun, dan barang siapa yang mengada-adakan suatu cara yang jelek maka ia akan mendapat dosa dan dosa-dosa orang yang ikut mengerjakan dengan tidak mengurangi dosa-dosa mereka sedikit punโ€. Apakah yang dimaksud dengan segala bidโ€™ah itu sesat dan segala kesesatan itu masuk neraka? ูƒูู„ู‘ู ุจูุฏู’ุนูŽุฉู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉู ูˆูŽูƒูู„ู‘ู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉู ููู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุฑู โ€œSemua bidโ€™ah itu sesat dan semua kesesatan itu di nerakaโ€. Mari kita pahami menurut Ilmu Balaghah. Setiap benda pasti mempunyai sifat, tidak mungkin ada benda yang tidak bersifat, sifat itu bisa bertentangan seperti baik dan buruk, panjang dan pendek, gemuk dan kurus. Mustahil ada benda dalam satu waktu dan satu tempat mempunyai dua sifat yang bertentangan, kalau dikatakan benda itu baik mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan jelek; kalau dikatakan si A berdiri mustahil pada waktu dan tempat yang sama dikatakan duduk. Mari kita kembali kepada hadits. ูƒูู„ู‘ู ุจูุฏู’ุนูŽุฉู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉู ูˆูŽูƒูู„ู‘ู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉู ููู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุฑู โ€œSemua bidโ€™ah itu sesat dan setiap kesesatan itu masuk nerakaโ€. Bidโ€™ah itu kata benda, tentu mempunyai sifat, tidak mungkin ia tidak mempunyai sifat, mungkin saja ia bersifat baik atau mungkin bersifat jelek. Sifat tersebut tidak ditulis dan tidak disebutkan dalam hadits di atas; dalam Ilmu Balaghah dikatakan, ุญุฏู ุงู„ุตูุฉ ุนู„ู‰ ุงู„ู…ูˆุตูˆู โ€œmembuang sifat dari benda yang bersifatโ€. Seandainya kita tulis sifat bidโ€™ah maka terjadi dua kemungkinan Kemungkinan pertama ูƒูู„ู‘ู ุจูุฏู’ุนูŽุฉู ุญูŽุณูŽู†ูŽุฉู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉูŒ ูˆูŽูƒูู„ู‘ู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉู ููู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุงุฑู โ€œSemua bidโ€™ah yang baik sesat, dan semua yang sesat masuk nerakaโ€. Hal ini tidak mungkin, bagaimana sifat baik dan sesat berkumpul dalam satu benda dan dalam waktu dan tempat yang sama, hal itu tentu mustahil. Maka yang bisa dipastikan kemungkinan yang kedua ูƒูู„ู‘ู ุจูุฏู’ุนูŽุฉู ุณูŽูŠูุฆูŽุฉู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉู ูˆูŽูƒูู„ู‘ู ุถูŽู„ุงูŽ ู„ูŽุฉู ููู‰ ุงู„ู†ู‘ูŽุงูุฑ โ€œSemua bidโ€™ah yang jelek itu sesat, dan semua kesesatan itu masuk nerakaโ€. -KH. Nuril Huda, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama LDNU dalam "Ahlussunnah wal Jama'ah Aswaja Menjawab", diterbitkan oleh PP LDNU MiJZdcH.
  • hepiej8837.pages.dev/92
  • hepiej8837.pages.dev/354
  • hepiej8837.pages.dev/306
  • hepiej8837.pages.dev/5
  • hepiej8837.pages.dev/136
  • hepiej8837.pages.dev/176
  • hepiej8837.pages.dev/241
  • hepiej8837.pages.dev/161
  • hepiej8837.pages.dev/395
  • pertanyaan tentang bid ah